4/18/2014

BELAJAR BAHASA INDONESIA: UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK CERPEN

Halo Sobat yayuarundina.com, belajar Bahasa Indonesia untuk kelas 9 kali ini adalah mempelajari unsur-unsur cerita pendek atau cerpen. Unsur-unsur tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Yuk, kita pelajari secara seksama.           

Definisi 


UNSUR INTRINSIK   CERPEN ( PROSA ) merupakan unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. 

Kita bisa menemukannya dengan menelaah suatu cerita pendek.

BACA JUGA: https://www.yayuarundina.com/2016/03/cerpen-olin.html


UNSUR EKSTRINSIK  merupakan unsur-unsur yang membangun karya sastra dari luar karya sastra.

Unsur ini bisa diperoleh dengan banyak membaca sumber lain. 


situ pangalengan
Latar Tempat: Situ Pangalengan Bandung

UNSUR INTRINSIK :

1. Tema : masalah = hal yang menjadi pokok bahasan dalam cerita tersebut, misalnya: cinta, politik, persahabatan ....

2. Latar : tempat, waktu atau suasana kejadian/ peristiwa.    

3. Alur : rangkaian peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu atau hubungan sebab akibat.

      A. Jenis alur : 

          1. maju = cerita mulai dari awal menuju akhir cerita.

          2. mundur / flashback  = cerita mulai dari masa kini ke masa lalu. Biasanya menjelaskan penyebab  suatu peristiwa.

          3. Campuran = cerita berjalan secara silih berganti dari masa sekarang, masa lalu, masa  sekarang.
 Contoh: Film India : Kuch Kuch Hotai

      B. Tahap alur : perkenalan/ orientasi, Konflik/ komplikasi, penyelesaian/ resolusi

4. Penokohan

     a. Jenis tokoh berdasarkan karakter : protagonis (baik), antagonis (jahat), tirtagonis (penengah)

     b. Jenis tokoh berdasarkan jumlah peran: pemeran utama, pemeran pembantu, figuran.


Komik karya siswa gree one
Beberapa tokoh dalam komik karya siswa SMP Negeri 1 Cimahi


5. Sudut pandang (Point of View) : kedudukan pengarang dalam cerita.

     a. Sudut pandang orang pertama : Pengarang berada dalam cerita, biasanya sebagai tokoh utama. 

Ciri :   Aku

     b. Sudut pandang orang ketiga : pengarang berada di luar cerita.

 Ciri : nama tokoh

6. Gaya bahasa : Ciri khas pengarang dalam mengungkapkan gagasannya.

     Majas : Bahasa berkias untuk memperindah karangan.

7. Amanat : pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang, misalnya berupa pesan, nilai-nilai kehidupan yang bermanfaat bagi pembaca karya sastra. 

Istilah lainnya adalah Koda


UNSUR EKSTRINSIK
1. Biografi pengarang

2. Situasi politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan. Biasanya berkaitan dengan tempat hidup pengarang ( negara).



Sumber Foto dan Komik


Dokumentasi pribadi: wisata ke Situ Pangalengan

Judul Komik: Suka Duka Sekolah Online karya Alisha Nisrina Mumtaz

Juara I Komik Strip yang diadakan oleh SMA Santa Maria Cimahi


CERPEN : MENTARI DI PULAU DEWATA

Hari masih belum terang benar. Aku sudah sibuk untuk melakukan perjalanan. Membuang segala gundah hatiku. “Aku pergi, Ma!” ujarku sambil menyandang ransel.
“Kamu mau kemana ?” tanya beliau kaget.
“Bali,” jawabku singkat.
“Pergi dengan siapa?” tanyanya hati-hati.
“Biasa, the gank,” jawabku singkat.  Aku merasa gusar juga dengan pertanyaan-pertanyaan tak penting itu. Hatiku sedang panas. Apapun bisa membuat hatiku bergolak.
            Sesaat kemudian, aku melangkah cepat menuju pintu depan. Ibu mengikutiku.  Wajahnya cemas untuk melepas putri tercintanya pergi dengan hati gundah gulana. Beliau bisa menangkap sinyal kekesalan hatiku. Namun, beliau tahu kebiasaanku ini. Perjalanan bersama sahabatku adalah obat mujarab untuk menyembuhkan luka.
“Semoga kamu bahagia di sana,” katanya setengah berteriak. Aku mengangguk tanpa melihat wajah beliau. Terbayang kerut cemas di wajahnya . Namun, aku tak bisa berdiam diri di rumah saat situasi galau seperti ini. Perjalanan ke stasiun kereta api kulalui dengan rusuh hati. Muncul juga rasa bersalah pada beliau yang telah melahirkanku.
“Ini semua gara-gara kamu !” umpatku kesal.
            Suasana ribut membuyarkan pikiranku. Aku kembali menapaki dunia nyata. Teman-temanku sudah lengkap dan siap berangkat. Ransel-ransel yang menggembung memberati punggung mereka. Pengorbanan untuk sebuah perjalanan. Mencari kebahagiaan.  Sepuluh menit kemudian, kami telah menikmati ayunan kereta api menuju Banyuwangi. Tawa dan canda mewarnai perjalanan dua hari ini. Satu persatu bekal yang kami bawa ludes, pindah ke perut. Belum lagi koki kereta api yang dibuat rusuh oleh kami yang lapar. Jail.
            Akhirnya, tiba waktunya bagi kami untuk menikmati angin laut. Kami melintasi selat bali dengan Feri. Perjalanan sekitar lima belas menit itu telah menghamburkan logam-logam yang memadati dompet. Logam-logam kecil itu menjadi rebutan anak-anak pantai. Atraksi yang menarik. Tubuh mereka yang kurus dan hitam berada di dalam air. Di sisi kapal. Lambaian tangan mereka menyita perhatian kami. “Koin… koin…koin…,” teriak mereka. Sayup sayup suaranya terdengar bercampur dengan suara mesin kapal dan angin. Spontan para penumpang kapalpun bergantian melempar koin pada sekawanan anak-anak itu. Dekat ataupun jauh dari jangkauan mereka. Tertangkap tangan atau tenggelam ke dalam laut. Anak-anak itu bagai ikan saja. Lincah memburu koin yang tenggelam. Aku tersenyum miris melihatnya.
            Tooot … toot … toootttt…. Saatnya kapal merapat di pelabuhan. “Akh, akhirnya kakiku sampai juga di pulau Bali,” ujarku dalam hati. Lalu, bis melaju membawa kami menuju hotel. Aku sekamar dengan Winda. Setelah membereskan ransel. Kami menikmati empuknya tempat tidur yang tertata rapi. “Pulau Dewata, kami datang dan siap menjelajahimu !” ucap Winda bahagia. Aku menatap langit-langit kamar. Wajah menyebalkan itu terlukis di sana. Menghiasi malam pertamaku di Bali. Tersenyum penuh kemenangan. Hatiku terkulai layu. Butiran air mata menetes di sudut mataku.
“Kamu baik-baik saja, kan ?” tanya Winda perlahan. Dia menghampiriku. Menggenggam tanganku. Aku mengangguk tak pasti.
“Lupakan luka itu!” ucapnya tegas.  “Kita berada di sini untuk bersenang-senang. Kau ingat itu, kan?” ujarnya lagi.  Aku menarik nafas sangat dalam dan perlahan. Sesak di hatiku mengalir pelan menuju udara bebas.
“Tidurlah! Besok kita perlu tenaga untuk menjelajahi Bali,” perintah sahabatku itu halus. Lelah. Aku berusaha keras menghilangkan rasa sakit yang membelenggu hati dan pikiranku. Namun, akhirnya lelap membiusku.
            Tawa riang di depan kamar membangunkanku. Sahabat-sahabatku telah siap berpetualang. Aku segera bergegas. Berdandan. Mataku sembab.
“Kau masih menangisinya ?” tanya Renata.
“Aaah, rugi banget,” ujar yang lain.
“Mari kita ke ruang makan. Sarapan terus kita jelajahi pulau Dewata ini. Lupakan semua masalah. Setujuu ?” ujar Sasha member semangat.
“Yuuuk mariii…,” jawab semuanya kompak seperti sebuah paduan suara. Sejenak kemudian, kami beriringan menuju ruang di depan sana. Tampak sudah ada beberapa tamu yang menikmati hidangan pagi itu. Kami pun segera bergabung untuk membersihkan piring-piring hidangan yang telah diisi aneka menu sarapan pagi. Warna-warni hidangan itupun satu persatu menghilang dari pandangan. Tak memakan waktu lama.
            Langkah berikutnya, kaki-kaki kami menyusuri pantai Sanur yang letaknya tak jauh dari tempat menginap. Ombaknya tak terlalu besar. Yang berbeda adalah penataan. Indah dipandang mata. Sedap dinikmati dan juga nyaman. Tempat pertama yang kami datangi adalah jajaran kios-kios kecil di pinggir pantai. Agak jauh dari air.Aroma dupa menyergap hidungku. Di sudut kios, ada kepulan asap kecil. Memanjang. Meninggi menuju angkasa. Kabur. Berbaur dengan udara pagi. Warna-warni kain dan corak memikat mata. Menguras kantong.
            “Yuk, kita ke pantai. Berjalan di pasir!” rengek Ayu yang memang paling gemar menikmati laut. Kicauan suara kami beralih dari kios menuju pantai. Sekilas orang-orang menatap kami. Heran mungkin dengan keributan sepagi ini. Kami abaikan mereka seperti para bule yang asyik menikmati Sanur. Indahnya pantai Sanur ini agak berbeda dengan pantai lain yang pernah kudatangi. Pangandaran atau Pelabuhan Ratu. Ini lebih eksotis. Lebih bersih dan rapi. Banyak bule. Kami menyusuri pantai, merasakan butiran-butiran pasir di kaki. Lumayan panjang dan pegal kaki. Setelah lelah, kami duduk-duduk di sebuah tikar plastik yang telah disediakan oleh pedagang baso. Wangi kuahnya menggelitik perut. Kami pun beramai-ramai menikmati semangkok baso sanur. Sedap. Licin tandas. Disambung rujak buah. Mmmhh segar sekali. Kami menikmati sumber vitamin itu sambil tak henti-hentinya memandangi Sanur yang ayu.
Tak jauh dari tempat kami berkumpul, kulihat sepasang manusia yang juga sedang menikmati keindahan Sanur. Bepegangan tangan. Mesra sekali. Sang wanita menggelayut manja. Tangan sang kekasih memegangi pundaknya. Romantis. Dengan rapat, mereka menikmati Sanur. Deburan ombak di pantai menghancurkan ketegaranku. Rasa sakit itu kembali muncul. Aku tersedu pelan. Kania yang berada di sampingku langsung menyadari situasi.
“Ah, mewek lagi deh. Lelaki bejad itu jangan kau tangisi terus. Percuma. Toh dia sudah pergi jauh bersama wanita lain. Dia tak akan mengingatmu. Lupakanlah dia. Kau pasti akan mendapatkan cowok pengganti yang lebih baik dari dirinya. Tersenyumlah !” ujarnya memberi semangat.
“Yup, betul tuh Ir. Mending makan rujak buah yang manis dan legit ini. Aaam…,” ujar Renata sambil menyuapiku dengan rujak. Teman-teman yang lain pun jadi tertawa riuh. Satu persatu mereka mengikuti jejak Renata.
Aku kembali tersenyum. Sahabat-sahabatku ini memang obat mujarab penghilang rasa sakit, sedih dan luka. Merekalah sumber bahagiaku. Penyemangat jiwaku. Dukungan mereka sangat berarti untuk kebangkitanku. Di dunia ini, hanya ada dua sumber kebahagiaan untukku:  ibuku dan sahabat sejatiku. Merekalah makna terdalam bahagiaku.
Perputaran waktu berjalan cepat. Matahari semakin berani menampakkan dirinya. Udara menjadi panas. Kami bergegas meninggalkan pantai Sanur. Tenggelam dalam hiruk pikuk keramaian pasar Sukowati. Pada sore menjelang, kami menjelajahi sudut-sudut kota Denpasar. Menyusuri mall, tempat makan. Toko-toko. Juga para pecakalang yang menjaga kota di malam hari.
Keesokan harinya, kami menuju Nusa Dua. Menikmati santap siang di The Bay Bali. Bebek Bengil menjadi pilihan favorit untuk mengisi perut. Bebek goreng yang terkenal renyahnya. Mantap. Pas banget dengan selera lidahku. Sedangkan Hanoman menjadi penyegar setelah santap siang itu. Segarnya jeruk dan markisa membuat diriku dan para sahabatku seolah-olah ada di surga firdaus dengan segala kelezatannya. Makan siang yang berkelas. Setelah itu, kami kembali menikmati panorama laut yang semakin eksotis. Restoran dan hotel ini memang dekat dengan laut. Penataan yang berkelas dengan desain khas bali semakin membuat kami merasa betah berada di sini. Suasana nyaman. Teduh. Tempat yang cocok bagi segala usia. Keluarga. Pengunjung dimanjakan dengan berbagai macam hal. Suasana semakin syahdu pada malam hari. Kami kembali menikmati The Bay Bali dalam cahaya lampu yang temaram. Romantis. “Seandainya saja, pendampingku hadir saat ini,” batinku. Hatiku menjerit.
“Hei, jangan melamun!” kata Sasha sambil menyikutku. “Tuh, pangeranmu datang,” ujarnya kemudian.
“Ah, kau ada-ada saja.  Jangan ngaco, ah. Nanti, termehek-mehek lagi nih,” rajukku.
“Serius, arah jam dua,” lanjutnya. “Tampan juga tuh,” katanya sambil tertawa pelan.
Dengan malu-malu, kuarahkan pandanganku sesuai petunjuknya. Deg. Sepasang mata yang memesona sedang menatapku. Dia mengangguk dan tersenyum. Aku memalingkan wajah. Tak ada orang lain di sini, selain aku dan Sasha. Sahabat-sahabatku yang lain agak jauh dari kami. Mereka asyik berfoto-foto. Aku menatap Sasha. Kami tersenyum dan menunduk penuh arti.
“Hai Sasha, Irene… sini. Kalian belum narsis nih. Ayo, sini !” Mereka memanggil kami. Kami segera berlari kecil menghampiri.  Sekilas,tatapan  lelaki itu mengikuti gerak langkahku. Aku dan para sahabatku rasanya kekurangan waktu untuk menikmati keindahan ini. Malam semakin larut. Saatnya tiba untuk kembali keperaduan. Besok pagi, kami akan menjelajahi pantai Kuta.
Perjalanan panjang, kembali harus kami tempuh agar bisa sampai di pantai Kuta. Pesona utama Bali. Identitas diri Bali. Takjub rasanya saat kembali kaki ini menapakinya. Gambar hidup dan nyata. Pura kecil di sebrang laut sana yang sering menjadi simbol utama, dapat kulihat jelas. Berdiri dengan kokoh diantara deburan ombak. “Kalau Mbak mau, bisa ke sana. Dangkal, kok. Mungkin hanya sepinggang. Aku dan para sahabatku mulai tergoda.
“Bahaya tidak ,Bli?” tanyaku ragu.
“Aman, kok. Banyak orang yang berhasil mencapai pura itu,” ujarnya sambil menunjuk rombongan di tengah laut.
“Bagaimana, kita berani mencobanya?” tanya Renata. Kami mengangguk mantap. Rasanya belum ke Bali kalau tidak sampai ke pura itu.
“Tunggu sebentar, ya!” kata lelaki pribumi itu.
Kami menanti sambil tetap menikmati keindahan pantai Kuta. Tak berapa lama kemudian, rombongan kami, mulai memasuki laut. Tubuhku basah. Kami berada di tengah. Tiba-tiba ombak datang. Aku limbung.  “Aaahhh…. Ireeeene !” Sesosok tangan tangguh menangkapku. Aku selamat. Tubuhnya merapat ke badanku hingga aku sampai di sebrang pantai. Sebuah pulau kecil tempat pura itu menyombongkan diri. Setelah yakin aman, dia melepaskanku. Dengan perasaan kaget dan takut, aku membalikkan badan dan mengucapkan terima kasih atas pertolongannya. Kekagetanku bertambah. Penolongku adalah lelaki di The Bay Bali tadi malam.  Bule tampan. Tinggi. Putih bersih. Dia tersenyum menenangkan.
 “Are you, ok Irene?” ujarnya. Belum sempat kujawab. Para sahabatku memelukku.
“Irene, kamu tidak apa-apa, kan?” ujar  mereka cemas. “Untung kamu selamat !” kata mereka lagi. Tak henti-hentinya, mereka mengucapkan terima kasih pada bule ganteng itu. Mereka tak mau kehilanganku. Pada akhirnya, bule bernama Willy itu bergabung dalam tur kami, menjelajahi Bali. Mentariku di Pulau Dewata. Atas bantuan para sahabatku, aku bisa kembali meraih kebahagiaanku. Merajut asa dan cita. Menatap hari esok dengan penuh warna. Lara berganti bahagia. Letters of happiness !

 Where are We 




4/12/2014

OBJEKTIFITAS DALAM DUNIA PENDIDIKAN

       Keberhasilan dalam dunia pendidikan adalah idaman kita semua.  Berbagai  cara dilakukan oleh berbagai pihak untuk meraihnya. Langkah awal adalah perombakan kurikulum, yaitu: 1994, KBK, KTSP dan yang terakhir adalah Kurikulum 2013.  Langkah berikutnya dilakukan pada bidang tes yang masih mengundang kontroversi, yaitu ujian nasional yang dijadikan sebagai titik tolak keberhasilan proses pendidikan dan kualitas pendidikan. Perombakan berikutnya menyangkut personil atau pelaku pendidikan, yaitu guru. Dalam hal ini, perombakan dilakukan dengan adanya sertifikasi guru. Sekian aspek tuntutan harus dipenuhi oleh guru agar lolos sertifikasi. Isu terakhir, upaya aneh yang dilakukan pemerintah adalah pendidikan gratis. Di tengah hingar-bingarnya tuntutan pendidikan, pemerintah menggratiskan biaya pendidikan. Namun, sekolah tetap dituntut untuk membayar berbagai kebutuhannya. Tidak ada gratis bagi sekolah: listrik. telepon,komputer dan sebagainya. Jika kita melihat kondisi ekonomi masyarakat dewasa ini, tentu hal ini merupakan kebijakan yang masuk akal. Namun, pemerintah seharusnya membuat kebijkan ini secara menyeluruh, Jangan setengah-setengah!  Dana BOS saja tidak akan mampu  memenuhi kebutuhan sekolah.  Semua orang ingin berhasil, tapi efektifkah hal-hal tersebut? Keberhasilan pendidikan bukan suatu hal yang mudah. Bukan pula suatu kebijakan yang mudah dibuat. Keberhasilan pendidikan adalah suatu tujuan dari sebuah proses pendidikan. Hal ini harus tetap menjadi wewenang pelaku pendidikan itu sendiri, bukan orang lain, bukan juga pemerintah.
      Ada satu hal yang terkubur dalam pencapaian keberhasilan pendidikan itu. Hal tersebut adalah objektifitas pendidikan. Objektifitas ini sebenarnya sudah ada dalam kurikulum, yaitu KBK. Namun, hal tersebut belumlah terwujud secara nyata. Kasarnya mungkin hanya sebatas tulisan. Banyak hal yang menjadi faktor penentu keberhasilan pendidikan, Faktor utamanya adalah siswa. Mereka inilah yang menjadi sasaran, pelaku juga alat ukur sebuah keberhasilan pendidikan. Faktor ini juga perlu didukung oleh faktor-faktor lain, seperti: keluarga, masyarakat, lingkungan, sistem dan lain sebagainya.
Siswa
      Makna keberhasilan pendidikan bagi siswa sangat beragam. Mereka tidak mungkin akan mendapatkan keberhasilan pendidikan yang seragam. Bagi orang kecil, keberhasilan pendidikan cukup dengan  lulus sekolah. Bagi kalangan menengah, indikator keberhasilannya adalah bisa mendapatkan pekerjaan yang “enak”. Dan, bagi kalangan atas, keberhasilan pendidikan adalah pengembangan diri.
     Oleh karena itu, dalam proses pendidikannya pun, mereka memiliki cara dan keunikan tersendiri. Mereka memiliki karakter-karakter yang berbeda-beda. Penulis mengelompokkannya sebagai berikut:


a.       Siswa Ideal
Siswa tipe ini memiliki tujuan belajar yang jelas. Mereka memiliki motivasi belajar yang tinggi dan dukungan keluarga yang sangat baik. Dalam proses belajar, mereka akan melakukannya dengan semangat yang tinggi. Mereka mau mencoba dan mau melakukan berbagai hal yang menjadi tuntutan belajarnya. Hasilnya pun akan sangat baik. Mereka mampu meraih nilai-nilai tinggi maupun nilai ideal. Di sini, guru lebih banyak berperan sebagi pengarah saja atau mungkin istilah sekarang yang lebih populer adalah fasilitator.
b.      Siswa 3 Dimensi
      Siswa tipe ini memiliki kesamaan perilaku, yaitu: datang,duduk dan diam. Mereka biasanya tidak mau melakukan apa-apa selain duduk  manis, mendengarkan orang lain. Pada umumnya, mereka tidak mempunyai tujuan belajar atau cita-cita yang jelas. Seringnya, mereka asal keluar saja dari rumah agar mendapat uang saku. Di sekolah, mereka biasanya malas mengerjakan aktivitas belajar. Keinginan mereka hanya satu: santai, diam dan tidak mau mendapatkan beban apa-apa. Tipe seperti ini sangat sulit diajak belajar.
c.       Siswa pemalu
      Siswa tipe ini memiliki motivasi,kemauan dan cita-cita. Sayangya, mereka tidak memiliki keberanian untuk unjuk gigi di kancah peperangan. Mereka biasanya hanya mengikuti dan menuruti kehendak orang lain. Sedikit sekali keberanian mereka untuk menunjukkan kemampuan maupun prestasinya.
d.      Siswa Pembolos
Sesuai dengan namanya, mereka seringkali mangkir dalam kegiatan sekolah. Seringkali terjadi, mereka berangkat dari rumah tapi mabal ke tempat lain, nongkrong, main ps, merokok dan sebagainya. Mereka datang ke sekolah hanya sesekali,terutama saat ujian saja. Alhasil, rapotnya pun, tidak ada nilainya.
                Dengan mengetahui beberapa tipe pembelajar tersebut (siswa), maka keberhasilan pendidikan juga akan beragam. Pepatah mengatakan bahwa pendidikan itu sebuah proses. Tidak ada siswa yang bodoh. Ini berarti bahwa kita tidak bisa menuntut keberhasilan pendidikan itu dari satu aspek saja. Bukan hanya dari nilai ujian (UN) misalnya. Keberhasilan siswa mungkin ada di bidang akademik, olah raga, seni, bahasa atau keterampilan lainnya. Kecerdasan itu bermacam-macam bukan ?

Jadi, menurut hemat saya, keberhasilan pendidikan itu berwujud siswa mampu mengaktualisasikan dirinya dengan ilmu, wawasan, keterampilan dan sikap positif di lingkungan masyarakat. Hari ini,besok, lusa atau bahkan pada beberapa tahun ke depan. Siswa yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, masyarakat dan bangsanyalah yang menjadi bukti keberhasilan pendidikan. Untuk mencapai hal tersebut, semua pihak harus terlibat secara aktif. Seperti angka, mulai dari nol kemudian merambat setahap demi setahap pada angka-angka berikutnya hingga titik akhirnya.

4/01/2014

WISATA BUATAN

        Rekreasi merupakan salah satu hal yang dibutuhkan oleh manusia, terutama dari kalangan menengah ke atas. Dengan rekreasi, jiwa, pikiran dan fisik manusia menjadi lebih segar, rileks, dan perasaanpun akan lebih bahagia. jenuh, bosan, lelah akan lenyap dengan sendirinya. Oleh karena itu, orang akan berbondong-bondong menuju tempat rekreasi, terutama pada saat libur.
        Banyak tempat wisata yang kerap dijadikan sebagai tujuan rekreasi, baik yang ada di dalam negeri atau di luar negeri. Bali, Bandung, Medan, Papua, Singapura, Thailand dan sebagainya.Jenis-jenis wisatapun beragam, ada wisata alam,  wisata kuliner,  wisata belanja, juga bisa wisata budaya, wisata pengetahuan dan sebagainya. 
        Salah satu tempat yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk berekreasi adalah waduk. Waduk merupakan sebuah bendungan atau semacam danau yang dibuat oleh manusia untuk berbagai kepentingan. Waduk pada umumnya berfungsi sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA), sarana irigasi, juga bisa menjadi tempat untuk berwisata yang murah meriah.
Di daerah Jawa Barat, ada beberapa waduk, misalnya: Saguling dan Cirata di Bandung, Jatiluhur di Purwakarta dan waduk Dharma di Kuningan. 
Waduk-waduk itu bisa dijadikan sebagai tempat tujuan wisata oleh beberapa pihak, baik pribadi, keluarga maupun rombongan. 
Di tempat tersebut, kita bisa menyaksikan keindahan alam, kuliner, mendapatkan informasi seputar plta, mengagumi kehebatan karya seseorang, atau bahkan sekedar bersantai di tempat itu, berkumpul dengan teman atau keluarga. 
        Di waduk Saguling dan Cirata, kita bisa menikmati keindahan alam di sekeliling waduk. Pohon-pohon yang menghijau seolah-olah memagari kolam air yang sangat besar. kilauan air yang keperak-perakkan terkena sinar matahari juga menjadi sebuah fenomena unik yang dapat kita nikmati untuk memanjakan mata. Jika senja menjelang, kitapun bisa menikmati indahnya sunset  bahkan kita bisa mengabadikan fenomena alam tersebut. Selain itu, kita bisa bernarsis ria dengan latar tempat wisata tersebut.
        Setelah lelah berkeliling, saatnya kita menikmati kuliner ikan bakar yang masih segar dan gurih, balado udang, atau sate maranggi untuk menemani nasi liwet yang aduhai rasanya.
         Wisata buatan ini benar- benar membuat perut kenyang, mata segar, pikiran rileks, perasaan bahagia dan kantong pun tetap aman. Anda tertarik ? Mari kita nikmati wisata buatan ini dengan penuh suka cita! Selamat jalan- jalan menyusuri hasil karya anak bangsa !
       
Alam Cirata

11/07/2013

CERITA ABG YANG UNIK : BOTOL DAN PRESTASI



Banyak cerita ABG yang beredar di berbagai media. Yang paling sering kudapatkan adalah cerita ABG yang bernada negatif seperti video porno yang terjadi baru-baru ini. Cerita ABG yang menghilang karena facebook. Juga sejuta cerita ABG lainnya yang seringkali membuat hati ini miris dan berdenyut-denyut. Tidak adakah cerita ABG yang positif? Cerita ABG berprestasi yang membanggakan ?  Dari sekian cerita ABG yang tidak pasti itu. Aku telah menemukan sesuatu cerita ABG. Namun, ada cerita ABG yang unik.
Ada sesuatu yang berbeda saat aku memasuki kelas pagi ini. Di setiap meja siswa, berdiri dengan gagah botol-botol minuman ukuran satu liter. Di semua meja.
“Ada acara apakah ini ?” pikirku.
Tanpa membuang waktu, aku segera menanyakannya pada siswa-siswi itu.
“Pesta minum bareng, Bu,” jawab mereka.
Aku mengerutkan kening.
” Bukankah ini jam pelajaran ? Hmmhh …,” pikirku.
Seolah memahami kebingunganku, seorang siswa yang duduk di bangku depan segera memberikan penjelasan yang pasti.
“Ini semua untuk Kak Itsnan, Bu. Kami mengumpulkan botol-botol kosong ini. Isinya nanti akan kami minum bersama-sama saat jam istirahat.”
            Aha, aku teringat pada peistiwa dua hari yang lalu. Siswa sekolah kami, Itsnan Widiantoro memenangkan lomba roket dan dia akan bertanding di tingkat internasional pada Desember mendatang. Kalau tidak salah di Vietnam. Oleh karena itu, dia harus banyak berlatih.
            Keluarga Itsnan bukanlah keluarga kaya. Prestasi itu menorehkan kebanggaan sekaligus juga kebingungan. Untuk berlatih, dibutuhkan banyak botol-botol minuman itu. Itsnan harus membuat berbagai macam roket dengan beberapa perhitungan. Ketiadaan bukan alasan untuk menghentikan langkah menuju prestasi. Ketiadaan harus disiasati. Prestasi takkan tercapai tanpa perjuangan. Inilah sebuah cerita ABG yang menarik.
            Botol dan prestasi menjadi simbol lunturnya ketiadaan dalam cerita ABG ini. Dalam botol-botol itu tersimpan kekuatan kebersamaan yang saling melengkapi. Kerja sama. Membangun jejaring sosial merupakan salah satu cara untuk berprestasi dalam status ekonomi yang sulit. Manusia itu memang makhluk sosial. Dia tidak dapat hidup sendiri. Dia membutuhkan orang lain. Orang lain akan memberikan warna dan juga akan melengkapi kekurangan seseorang. Tidak semua orang berstatus kaya. Tidak pula berstatus miskin. Hidup memang berbeda-beda. Perbedaan itu diciptakan untuk saling mengenal. Orang kaya membutuhkan orang miskin. Orang miskin membutuhkan orang kaya. Simbiosis mutualisma.
            Dalam cerita ABG ini, seorang remaja dari keluarga tidak mampu membutuhkan remaja-remaja lain untuk mendukung prestasinya. Sebaliknya, remaja-remaja itu membutuhkan Itsnan sebagai inspirator, mentor, bahkan kakak. Semoga jalinan kerjasama itu akan menorehkan prestasi-prestasi lain yang lebih membanggakan. Prestasi sebagai simbol sehatnya generasi muda Indonesia, lahir dan batin. Simbol dari dari cerita ABG yang akan membuat semua orang tersenyum lega. Cerita ABG tidak hanya bernada miring saja. Namun, banyak juga cerita ABG lain yang bernilai positif.


Artikel ini turut mendukung gerakan PKK Warung Blogger

10/25/2013

PUISI ESAI



MUTIARA YANG HILANG
Kutelusuri gang-gang sempit yang berliku-liku.
Kucari dirimu yang menghilang tiba-tiba tanpa jejak.
Kau bagai jarum dalam tumpukan jerami.
Beberapa kampung telah kutelusuri, tapi tetap tak kutemukan dirimu.
Kutanya orang-orang yang kulewati, tak ada yang tahu siapa dirimu.
Iwan ? Semua menggeleng lesu.
Mata-mata mereka menatapku dengan iba.
Di lain kampung, kutemukan Iwan.
Namun, bukan dirimu yang kucari.
Hanya seorang bocah ingusan yang belum sekolah. 
Kakiku letih mengitari kota.
Garangnya sinar matahari membakarku.
 Dahaga mencekikku.
 Lapar menderaku.
Ingin kucari jejakmu.
Namun, tak juga kudengar secuil beritapun tentang dirimu.
 Kau lenyap tak berbekas.
Hilang ditelan bumi.
 Aaaggghh …. Hari itu, langkahku terhenti oleh redupnya matahari.
Esok pagi, kusambut mentari.
Kutelusuri jejakmu lewat sobat-sobat kecilmu.
Kau semakin misterius.
Bersembunyi dalam gelap.
Aneh, sahabat-sahabatmu tak tahu tempat tinggalmu.
 Kau selalu menolak mereka untuk datang mengunjungimu.
Biar dirimu yang akan selalu menyambangi mereka.
Di balik senyummu tersimpan sebuah teka-teki.
Kau adalah teka-teki terbesarku.
Kotak-kotak misterimu bagai magnet yang menghipnotisku.
Aku harus menemukan jejakmu.
Kau tak boleh lenyap tanpa jejak.
Kerjamu belum selesai.
Kau harus membayar lunas hutangmu.
Kau harus muncul dihadapanku sekarang juga !
Perjalananmu baru setengah. 
Tinggal selangkah lagi kau tamatkan perjalanan itu.
 Akankah kau biarkan dia terabaikan begitu saja ?
Berlalu sia-sia ?
Pergi tanpa hasil ?
Bodohnya kau !
Aku sangat marah padamu.
Mengapa tak kau cerita padaku ?
Sudah sebulan ini, kau menghilang. 
Aku tetap belum menemukanmu.
Nihil.
Masa depanmu, ada di tanganku.
Aku tak boleh menyerah !
Kupasrahkan dirimu kepada  Pemilik Yang Maha Agung.
Aku bersujud pada selembar sajadah.
Kupanjatkan doa-doa untukmu.
Kusebut namamu berulang-ulang dalam keheningan malam dengan sepenuh jiwa.
Aku memohon pada Tuhan agar dipertemukan kembali denganmu. 
Sampai detik ini, aku tetap menginginkanmu.
Tak rela kau lepas dariku begitu saja.
Tanpa makna.
Aku tetap menginginkan kehadiranmu.  
Kau tetap ada di hatiku dan pikiranku.
Kau adalah igauanku saat terlelap.  
Aku berharap kau segera pulang.
Aku berharap ada kabar beritamu.
 Aku berharap Tuhan memberikan petunjuk-Nya.
Keesokan harinya, seseorang memanggilku.
Seorang sahabatmu datang kepadaku.
Berseragam biru putih.
Nafasnya terengah-engah.
 Dia membawa kabar tentangmu.
Dia mengetahui keberadaanmu.
Horeee… ! Tuhan mengabulkan doaku. Terima kasih, ya Allah!
Detik itu juga, aku segera berlari, ingin menjumpaimu.
Tak sabar hatiku untuk melihat wajahmu.
Tak sabar hatiku ingin mengetahui keadaan dirimu.
Kembali kutapaki jalan-jalan kota yang berdebu.
 Kulewati celah-celah sempit menuju rumahmu.
Kampungmu kudatangi.
Orang-orang mengetahui dirimu.
Kau tahu, apa yang mereka lakukan ?
Orang-orang kampung itu mengiringi langkahku menuju tempat tinggalmu.
Satu per satu membentuk barisan panjang.
 Aku bagaikan artis yang mereka puja-puja.
 Kampungmu menjadi ramai.
Kedatanganku menghebohkan kampungmu.
 Mereka terheran-heran.
Mengapa aku mencarimu ?
Di mata mereka, kau hanyalah seorang bocah kecil yang tak berarti.
 Akhirnya, aku sampai di depan pintu rumahmu.
Kau tak terusik.
Aku mengetuk pintu rumahmu.
Tak ada jawaban.
Orang-orang sibuk mencari bapakmu.
Aku mengetuk pintu rumahmu lagi.
Klik. Ah, kau muncul dihadapanku.
Aku bahagia sekaligus bingung.
Sepagi ini kau masih acak-acakan ?
Kau mempersilakan aku untuk masuk ke rumahmu.
 Lalu, kau pergi meninggalkanku kembali.
Orang-orang kampung itu satu per satu melangkah menjauhi rumahmu.
Rasa ingin tahunya sudah terbayar.
 Hening. Aku menatap rumahmu dalam diam.
Sebuah ruang sempit yang sama dengan ukuran kamar tidurku.
Kosong. Tak ada siapa-siapa. Tak ada apa-apa.
Aku duduk di lantai semen tanpa alas.
 Agak berdebu. Rumah ini tak terawat.
Tidak ada sentuhan tangan wanita. 
Kau muncul kembali.
Rambut dan wajahmu basah.
Kau habis cuci muka
Pakaianmu lusuh.
Kau duduk tertunduk dalam di hadapanku.
Tak berkutik. Apakah aku algojo bagimu ?
Aku menatap dirimu lekat-lekat.
Tubuhmu yang kecil mengurus.
Rambutmu tak terawat.
Wajahmu agak pucat.
“Kau sakit ?” tanyaku khawatir.
Kau menggelengkan kepala sambil tetap menunduk dalam.
“Kau sudah makan ?” tanyaku.
Kau kembali menggeleng lemah.
“Mengapa kau tak bersekolah ?” tanyaku.
Kau diam seribu bahasa.
Bibirmu terkunci rapat-rapat.
Aku menanti jawabanmu.
Kau mempermainkan ujung bajumu. Lalu, mematung.
“Wan, angkat wajahmu ! Ibu ingin melihatmu,” kataku lembut.
Perlahan-lahan kau angkat wajahmu malu-malu.
 Tulang rahangmu terlihat jelas. Juga pundakmu.
Matamu tak bercahaya. Aku memegangi pundakmu. Keras.
Tiba-tiba… bapakmu datang tergopoh-gopoh.
“Maafkan Iwan, Bu!
Iwan tak bersalah.
Sayalah yang salah.
 Iwan tidak bersekolah karena saya tidak punya uang.
Saya tidak punya pekerjaan.
Saya hanya kerja serabutan.
Menunggu belas kasihan tetangga.
Rumahpun tidak punya.
Ini hanyalah rumah kontrakan milik bapak.
Saya tidak punya apa-apa, Bu!
Sudah lama, istri saya tidak kirim uang.
Ibunya Iwan pergi ke Arab Saudi.
Jadi TKW sejak tahun 2000.
Kami ditinggalkannya berdua. 
Biaya sekolah Iwan, istri saya yang tanggung.
Sekarang, dia tidak kirim uang lagi.
Saya tidak punya uang untuk bayar ongkosnya.
Boro-boro untuk sekolah, uang untuk makanpun tak ada.
Saya putuskan, Iwan berhenti sekolah saja, Bu.”
“Sayang Pak, tinggal selangkah lagi.
Iwan dinyatakan sudah lulus ujian.
Tinggal melunasi hutang-hutang nilai ujian sekolahnya saja.
 Sayang, kalau berhenti tanpa ijasah, Pak!’ bantahku.
Bapakmu terdiam.
Kau juga diam tak berkutik.
Tak ada sepatah katapun keluar dari bibirmu yang mengering.
“Kau ingin berhenti sekolah, Wan?” tanyaku padamu.
“Tidak, Bu. Saya ingin tetap sekolah,” jawabmu lirih.
“Cepat mandilah, kita pergi ke sekolah sekarang juga.
 Ibu akan membawamu pergi,” kataku tegas.
Bapakmu hanya terdiam tak berdaya. 
Masalah TKW bukan hanya ada di luar negeri saja, tapi juga di dalam negeri.
 Di  dalam rumah.
Dalam sebuah bangunan kecil sederhana.
Bukan hanya pemancungan.
Gaji tak dibayarkan.
Penyiksaan.
Penipuan.
TKW pun menelantarkan bocah-bocah yang tak terawat.
Hidup tanpa sentuhan kelembutan seorang ibu.
Hidup tanpa bimbingan seorang ibu.
Hidup tanpa mampu mencium tangan sang bunda saat berpamitan.
 Hidup dalam kehampaan.
Hidup dalam kesendirian.
Bocah-bocah yang haus kasih sayang.  Mutiara yang hilang.

Featured Post

12 Ketangguhan Laptop ASUS ExpertBook untuk Produktivitas Kita

  Halo sobat yayuarundina.com - Saya dibuat takjub dengan ketangguhan laptop ASUS ExpertBook untuk produktivitas kita. Kapan lagi bisa meng...