12/15/2014

REVIEW NOVEL DUA MASA DI MATA FE



 Judul                      : Dua Masa di Mata Fe
 Pengarang              : Dyah Prameswarie
 Penerbit                 : Moka Media
 Tahun Terbit         : 2014
 Jumlah Halaman  : 219

            Fe, seorang gadis Cina yang bernasib tragis akibat peristiwa politik, kerusuhan 1998. Peristiwa itu secara tidak langsung juga memberikannya sebuah cinta yang manis. Perjalanan antara dua kota berbeda provinsi  semakin menyuburkan rasa indah itu. Namun, konflik demi konflik menghadangnya. Akankah keduanya bersanding di pelaminan ?
Kisah cinta yang penuh misteri karena lahirnya perbedaan berangkaian menjadi sebuah alur cerita yang menarik. Berlandaskan pada alur campuran, peristiwa demi peristiwa diuraikan satu per satu. Inilah kekuatan novel berlatar politik itu. Peristiwa politik dikemas sedemikian rupa untuk menciptakan konflik. Ketegangan demi ketegangan bermunculan dari tokoh-tokoh lain. Fe meringkuk diam.
Berbeda dengan yang lain, novel ini ibarat jalan tol. Cerita berjalan lurus tanpa hambatan dan regresi. Namun, pembaca diikat oleh satu misteri yang kuat sampai akhir cerita, sehingga kebosanan bisa tereliminasi dengan sempurna. Kesederhanaan cerita ini biasanya memang ada pada novel remaja.
Selain itu, kebersahajaan itu juga tercermin pada pendeskripsian latar kota dan bahasa. Pembaca kurang mendapatkan informasi baru tentang kota yang menjadi latar dalam novel ini. Namun, kita akan mendapatkan satu kejutan yang menarik sebagai penawarnya. Pembacapun dapat menikmati cerita secara santai karena bahasa yang tersaji cukup mudah dimengerti. Tidak ada bahasa alay atau bahasa gaul khas remaja. Bahasanya cukup formal agak berbeda dengan dunia remaja pada umumnya.
Secara keseluruhan, novel remaja ini bisa dinikmati dengan sepenuh rasa walaupun mengangkat masalah politik. Namun, cinta tetap menjadi bumbu khas dunia remaja. Ada akar permasalahan yang patut kita renungkan bersama. Apakah generasi masa kini akan mewarisi sikap generasi sebelumnya atau justru mampu mendobrak kebiasaan tersebut ? Novel ini adalah seberkas sinar menuju pada langit biru di masa depan. 

PENGENALAN BUDAYA INDONESIA


Mengamati Batik

Ada yang berbeda dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada kurikulum 2013. Seingat saya, baru kali ini ada bab khusus tentang budaya Indonesia. Kekhawatiran tenggelamnya budaya Indonesia oleh budaya asing, seperti Jepang dengan harajuku-nya dan Korea dengan film-nya ( atau K-pop) mungkin menjadi penyebab munculnya pengenalan budaya Indonesia dalam kurikulum ini. Selain itu, pengakuan budaya kita oleh negara lain juga mungkin menjadi penyebabnya. Jika dilihat sepintas, memang kita melihat sebagian generasi muda Indonesia kurang bersahabat dengan budayanya sendiri. Betapa banyak contoh kasusnya, misalnya: jarang siswa yang mau bergabung dengan ekstrakurikuler tari tradisional. Jarang sekali siswa memainkan alat musik tradisional, seperti gamelan atau degung. Namun, jika bermain band,mereka sangat antusias. Demikian halnya dalam kehidupan sehari-hari. Generasi muda Indonesia jarang berinteraksi dengan budaya Indonesia. Adakah yang menggunakan baju adat Indonesia ? Adakah yang bermain calung ? Masih adakah generasi muda yang memainkan permainan tradisional ? Adakah generasi muda yang peduli dengan kearifan dan  nilai-nilai luhur bangsa Indonesia ? Dan juga seribu pertanyaan lainnya. Inilah beberapa hal yang memunculkan kekhawatiran musnahnya budaya Indonesia di abad modern ini.  
            Namun,kekhawatiran itu sedikit terobati dengan betapa banyaknya budaya Indonesia yang dibawa oleh para siswa ke dalam kelas. Sekaligus juga, hal ini makin menyadarkan dan meyakinkan  diri kita tentang kekayaan budaya Indonesia. Ketika akan membahas teks deskripsi, mereka diharuskan membawa sebuah foto atau gambar atau benda budayanya secara langsung. Hasilnya sangat menakjubkan. Para siswa itu, ada yang membawa gambar tari pendet, tari merak, tari Saman, dan wayang. Selain itu, para siswa juga ada yang membawa benda budayanya secara langsung, seperti karinding, suling bambu, sasando, angklung, boboko, aneka kain batik atau baju batik, songket, songket (kain) Lombok, tas laptop batik, dompet batik dan sebagainya.
Sasando 

Angklung

Boboko

Batik

Alat Musik Karinding

Songket

            Selanjutnya, dengan benda-benda tersebut, mereka dengan asyik mengamati benda-benda itu untuk menuliskan sebuah teks deskripsi. Banyak pertanyaan yang muncul. Disinilah, baru kusadari betapa penting dan perlunya informasi tentang budaya Indonesia secara luas, mendalam, akurat, bebas dan mudah didapat. Pemerintah atau pihak lain perlu menyediakan ketersediaan informasi ini secara mudah dan dekat dengan kehidupan kita. Mungkin lembaganya sudah ada tapi kurang memasyarakat. Upaya kearah sanapun sudah mulai tampak, misalnya pada acara Dahsyat di RCTI. Setiap Sabtu, mereka menampilkan berbagai macam pertunjukan budaya, berupa musik atau informasi budaya Indonesia secara sekilas. Hal ini perlu lebih diperdalam lagi dan dimasyarakatkan kembali sehingga budaya Indonesia tidak berada di awang-awang tetapi menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia secara umum.  Pengakuan Angklung, Batik, dan Rendang oleh dunia ( UNESCO ), mudah-mudahan menjadi pembuka lahirnya kecintaan kita pada budaya Indonesia!  Marilah membumikan budaya Indonesia di tanah air Indonesia dan dunia !
Suling Bambu

ULEN INOVATIF



Adakah yang tahu arti kata ulen ? Orang Sunda pasti mengetahuinya, ya ! Ulen merupakan cemilan yang terbuat dari beras ketan putih. Makanan ini biasanya sering muncul pada saat lebaran. Setelah menikmati makanan yang bersantan dan kupat habis, ulenlah yang menjadi makanan berikutnya. Ulen ini biasanya disajikan bersama oreg atau kakaren makanan lebaran yang ditumis atau dicocolkan pada sambal oncom yang segar dan pedas. Anda jangan menyamakannya dengan ketan bakar yang sering menjadi sasaran wisatawan di Lembang, ya ! Ulen dan ketan bakar memang sama-sama terbuat dari beras ketan. Namun, ulen biasanya digoreng atau disangan. Ukurannyapun lebih kecil dan tidak sepadat ketan bakar. Selain itu, penyajiannyapun agak berbeda. Ketan bakar biasa disajikan bersama sambal oncom dan sangria kelapa berbumbu, sedangkan ulen dinikmati bersama sambal oncom, oreg atau dimakan tanpa pendamping apapun. Rasanya maknyus luar biasa !
            Berkat kunjungan pada laman kuliner cimahi di facebook, di sini  pada tahun ini, sekitar bulan Oktober, saya menemukan ulen yang berbeda dari biasanya. Ulen ini disajikan berbeda dari penampilan umum. Biasanya, ulen tanpa isi, kali ini ulen diberi isi. Mungkin terinspirasi dari cireng isi, ya Teh Reni ? Isinyapun sesuai selera modern, yaitu: keju, ayam pedas dan ayam original. Anda berminat ? Ulen ini ditawarkan dalam bentuk matang atau mentah. Harga perpaket dengan isi 10 biji kurang dari Rp 50.000,-. Rasanya mantap pool ! Legit dan gurih, apalagi dimakannya masih anget-anget. Isinya juga padat dan banyak. Berasa banget di lidah.Wow… rrruuuaaar biasa !  Anda pasti dijamin akan ketagihan. Makanan tradsional yang bersaing secara internasional. Salah satu karya inovasi anak muda Cimahi. Perlu diapresiasi !
Ulen ayam original
Ulen Keju

WRITING CLINIC FEMINA



Pembicara Writing Clinic Femina

            Horeee… aku dapat surat elektronik dari sebuah majalah wanita yang sudah kesohor pisan, Femina. Pasti pada kenal, kan ? Yup, isi suratnya sungguh membahagiakan hatiku sekaligus juga ragu. Aku mendapat undangan untuk mengikuti workshop kepenulisan dengan tema yang unik, yaitu mengolah kuliner dalam fiksi. Kalian tahu apa maksudnya ? ( Baca terus yaa… hehehe… )Hatiku semakin senang karena sobat-sobat di dunia kepenulisan juga mendapatkan surat yang sama. Yiipiiii… jjs ke ibukota … eh sekarang mah Jekardah yaa …. Hmmm… bisa gak yaa dengan kondisi badan seperti ini ? Timbul rasa takut dan ragu. Namun, aku ingin sekali memenuhi undangan itu. Sebuah kesempatan berharga yang tak boleh dilewatkan. Kami berlima memutuskan untuk berangkat pagi agar bisa mengikuti workshop sebelumnya.
Workshop di Museum Nasional
            Minggu, 7 Desember 2014, Femina menyelenggarakan acara Writing Clinic dengan tema Bermain Kata dengan Tema Kuliner. Pembicaranya adalah editor Femina, Ficky Yusrini dan kontributor tetap Femina sekaligus juga pakar kuliner, Tria. Acara tersebut berlangsung sekitar pukul 13.00 – 15.00 WIB,  di ruangan pameran temporer, Museum Nasional atau Museum Gajah, jalan Medan Merdeka Barat No 12 Jakarta Pusat.
            Mbak Ficky membuka acara dengan menyampaikan materi secara umum, yaitu karya-karya fiksi yang mengangkat masalah kuliner. Ada novel, cerpen bahkan cerita anak atau lebih tepatnya remaja mungkin ya, seperti : Madre, Kitchen, Aruna dan lidahnya, Lagu Sup Jagung, Semangkok Salad, Fifi Si Kaus Kaki Panjang dan sebagainya. Beliau juga menyampaikan bagian-bagian tulisan yang meracik rasa dalam fiksi kuliner. Banyak hal yang bisa disampaikan oleh penulis. Pendeskripsian masakan yang sempurna. Penyampaian masalah hidup dengan aroma kuliner. Tempat wisata kuliner sebagai latar cerita, dan lain sebagainya. Sisi masalah keredaksian sesuai dengan keahliannya.
Mbak Ficky, Editor Femina

            Selanjutnya, Mbak Tria menyampaikan materi yang lebih membumi tentang kuliner menjadi fiksi. Keahliannya di bidang kuliner ikut memperkaya wawasan. Dengan suara yang parau tapi bagai buluh perindu itu, beliau memaparkan banyak hal. Ada kekayaan kuliner yang bisa dieksplorasi oleh penulis, yaitu : keunikan bahan pangan, kekayaan jenis pangan, tradisi atau sisi gastronomi, trend serta isu/ konflik. Hal penting lainnya adalah penulis tidak boleh kehilangan angle. Tanpa angle, penulis akan tersesat di awal, tengah, dan akhir cerita. Banyak hal yang bisa dilakukan penulis untuk ini, diantaranya adalah mencari satu sisi yang menarik dari subyek, mencari relevansi dengan pembaca, mencari hubungan subyek dengan peristiwa tertentu, isu yang inovatif, menghubungkan dengan trend dan mendengarkan second opinion. Kemudian secara khusus, penulis bisa meramu kuliner dalam fiksi berupa setting/daerah atau restoran, budaya, cara pengolahan yang unik, cara mencari bahan, sosiologi, karakter yang menyertainya juga resep.  Terakhir, penulis juga wajib memperhatikan tata cara menulis yang baik.  Indikasinya adalah :
1.      Pola pikir yang runut.
2.      Kalimat yang efisien.
3.      Gaya bahasa yang menarik.
4.      Data yang valid.
Setelah materi disampaikan secara lengkap, saatnya kami menerima tantangan. Semua peserta yang hadir saat itu diajak untuk bermain kata mengolah rasa dalam kuliner. Ya, kita harus membuat sebuah tulisan fiksi tentang kuliner. Peserta harus mencantumkan ide tulisan, metafora dan mengembangkannya dalam sebuah paragraf. Lima cerita terbaik akan mendapatkan hadiah berupa voucher belanja.
Selain Writing Clinic Femina, banyak hal serupa yang dilakukan oleh pihak lain. Komunitas Blogger Buku Indonesia mengangkat masalah tentang Menulis Resensi dari Hati. Penerbit Bukune membahas Tulisan yang Menakutkan. Teddy W. Kusuma dan Maesy Ang menyajikan Travel Blog dan Foto Perjalanan.Windy Ariestanty mengangkat penulisan kreatif tentang Menulis Memoar yang inspiratif. Kak Ariyo berbagi pengalaman tentang keahliannya dalam Mendongeng dari Buku. Lexie Xu berbagi pengalaman seputar Penulisan Kisah Remaja dan Faza Meonk, seorang komikus pencipta tokoh si Juki membeberkan Cara Menulis Karakter dalam Komik.
Bioskop Baca
Selain kegiatan workshop menulis, ada hal lain yang bisa kita nikmati di Museum Nasional itu, yaitu menonton film. Tidak percaya ? Ho… ho… ho… Ada empat film yang disajikan, yaitu Fight Club, The Shawshank Redemption, Breakfast at Tiffany’s dan The Hunger Games: Catching Fire. Itulah film-film yang bisa dinikmati di bioskop baca.
Festival Pembaca Indonesia 2014
Acara lainnya adalah pameran buku, talkshow, book swap dan book war, pojok anak, amazing race. Di sini, kita pun bisa menukarkan buku kita dengan buku lain. Seru acaranya. Ada lagi yang lebih seru yaitu Anugerah Pembaca Indonesia 2014. Dalam acara ini, salah satu karya mojang Bandung masuk nominasi pada kategori nonfiksi. Si kembar, Eva dan Evi meninggalkan jejak karyanya, Twiries dalam penganugrahan ini. Hebat, ya !
Apakah kalian menduga rangkaian acara panjang dan menarik itu diselenggarakan oleh Femina ? Tidak. Workshop, pameran, bioskop baca dan sebagainya itu merupakan rangkaian acara Festival Pembaca Indonesia 2014 yang dipersembahkan oleh Goodreads Indonesia. Festival berlangsung selama dua hari di Museum Nasional pada Sabtu dan Minggu, 6-7 Desember 2014. Tema tahun ini adalah Reading Is Happiness. Menurut pengarah festival, Harun Harahap, membaca itu membuat kita bahagia. Bahagia karena kita mendapatkan ilmu pengetahuan yang menjadi nilai diri dan menambah wawasan. Bahagia karena kita bisa berekreasi dengannya. Bahagia karena kita dapat bertualang ke berbagai tempat yang nyata atau bahkan tidak ada di peta dunia. Bahagia karena kita bisa menjelajah waktu ke masa lampau dan masa depan. Festival ini merupakan puncak kebahagiaan itu yaitu berbagi pada dunia, pada banyak orang. Jadi, kalian ingin bahagia ? Membacalah.
Dapet Hadiah

Peserta Writing Clinic Femina



Featured Post

Fiksi Mini: Aurora

  Semangat sekali aku menyambut tahun ajaran baru ini. Setelah liburan selama dua minggu, energiku terisi penuh. Langkahku tegap menuju kela...