2/28/2016

FOTO BERCERITA




GORESAN LUKA
Aku mengawali hari ini dengan berbunga-bunga. Akhirnya, kakiku mampu menapaki pasir yang terkenal berharga mahal ini. Saat melewati pintu masuk ada rasa tak percaya bahwa pada akhirnya aku bisa sampai juga di tempat ini. Sungguh menakjubkan. Keajaiban yang tak terduga. Detik-detik berikutnya, aku bersama dengan teman-teman lainnya segera menyusuri tepian pantai yang menawarkan keindahan pagi.
“Akh, udara laut yang menyegarkan,” ujarku dalam hati.
Berkali-kali kuhirup udara pagi sambil menikmati pemandangan laut dan deburan ombak yang  memecah karang.
 “Subhanalloh, indah sekali. Rasanya ada yang berbeda dari suasana dan keindahan pantai yang sering kukunjungi,” batinku.
Kami kembali menyusuri bagian lain dari pantai ini. Pohon-pohon nyiur berbaris rapi di tepi pantai.  Pantai masih sepi.
”Hanya rombongan kami yang sudah menjengukmu sepagi ini,” pikirku sambil menatap kesombongan bukit karang yang menghadang perjalanan kami seolah-olah memberikan tantangan. Aku menaiki tangganya satu persatu.
“Mampukah aku menuju puncak?” pikirku ragu.
Banyak orang yang sudah terlebih dahulu menaklukkan tantangan.
“Pemandangan di puncak sana sangat menakjubkan!” ujar mereka.
Seolah mendapatkan suntikan semangat, aku bertekad harus sampai puncak. Dalam rombonganku kemudian muncul penjual minuman. Seorang wanita muda berambut panjang. Bertubuh kurus. Kutaksir umurnya belum genap lima belas tahun. Kulitnya kecoklatan. Bakul digendongnya seperti seorang ibu menggendong anaknya dengan samping kebat (kain). Langkah-langkahnya mantap menaiki puncak bukit. Beban berat seolah-olah tak ada. Harapan mengais rejeki mungkin menjadi pendorong utamanya. Ia meninggalkanku jauh di belakang. Aku hanya menatap punggungnya. Kepalanya tertunduk seolah-olah menghitung rejeki yang akan didapatnya hari itu dalam deretan tangga-tangga batu karang. Berjalan lurus tanpa peduli pada keadaan sekitar. Takut datang pesaing lain mungkin. Sedangkan aku dengan santai menaiki karang sambil menikmati keindahan pemandangan alam yang berada di sisi kiri tangga. Sekali-kali mengatur nafas sambil menatap pepohonan di sisi kanan. Tiba-tiba, datang seorang anak kecil setengah memaksa meminta sumbangan sambil menyodorkan kantung uang. Hatiku iba melihatnya. Aku memperhatikannya sambil berpura-pura acuh.
“Uh, dasar parelit !” tiba-tiba saja makian itu keluar dari mulutnya yang mungil. Ketus. Aku terkejut sekaligus sebal mendengarnya. Jari tanganku yang sudah menarik uang dalam saku segera kubatalkan. Kuabaikan kehadirannya. Kubiarkan ia berlalu tanpa hasil. Ia menghampiri temannya yang berambut pirang. Sambil menggerutu, ia pergi meninggalkan kami.
“Ah, ketidaksabaranmu telah menghapus rejekimu hari ini, boy!” kataku dalam hati sambil menatapnya pergi. Keibaanku bercampur dengan kemasgulan, kekecewaan. Satu goresan luka yang tertoreh dalam jiwaku. Aku melanjutkan perjalananku menuju puncak. Angin berdesir tipis menghapus keringat yang menetes. Pemandangannya sangat luar biasa. Lautan yang luas mengitari kami. Fenomena matahari terbit yang segera berlalu menghapus segala keletihan perjalanan menuju puncak. Sejauh mata memandang hanyalah pemandangan biru laut yang memanjakan mata. Kami menikmati pemandangan itu sepuasnya. Saat matahari mulai terasa panas, kamipun turun. Goresan luka itu kembali ada.
                Di bawah, kulihat banyak orang sudah berkumpul. Duduk mengitari lapangan dekat karang bolong. Suasana lebih ramai. Banyak rombongan lain yang mulai berdatangan. Para pedagang mulai beraksi. Tubuh mereka menghitam terbakar matahari. Pakaiannya sederhana. Sangat kontras dengan para wisatawan yang datang. Kostum santai yang mengabarkan kemakmuran. Jumlah pedagang tak sebanding dengan jumlah pengunjung. Mereka berebut mencari mangsa. Menghampiri para pengunjung sambil menawarkan aneka ukuran emping. Besar, sedang dan kecil-kecil. Dengan wajah memelas, mereka mencoba merayu pembeli. Tangannya dengan terampil memasukkan dan menghitung emping ke dalam kantung plastik hitam. Pedagang lain menimbang emping. Berbagai rayuan mereka sampaikan agar menarik minat pembeli. Jarang yang tertarik. Harganya terlalu mahal. Barang dagangannya tidak sebagus di tempat lain. Hanya satu dua orang yang terayu untuk membeli emping-emping itu.
                Luka itu kembali menggores batinku. Seorang pedagang berbicara dengan sangat memelas agar kami membeli empingnya. Perjalanan jauh dari rumah menuju tempat wisata ini tak berbuah manis. Kualitas dagangannya menjadi penghalang rejekinya. Emping yang tebal dan besar tak karuan. Pastinya akan keras saat digigit nanti. Belum lagi, pikiran pembeli yang sudah berumur. Mereka takut terserang asam urat jika mengkonsumsi produk khas anyer itu.
                Saat kuperhatikan dari waktu ke waktu, kusadari sesuatu. Mereka, para pedagang kecil itu tidak berilmu. Mereka menjual produk tanpa dibekali dengan ilmu pemasaran  yang bagus. Strategi jual mereka hanyalah paksaan dan menjual kisah sedih kehidupannya. Tak ada keterampilan promosi yang menarik. Tak ada survey pasar. Tak ada keahlian lainnya yang mampu meningkatkan taraf hidup mereka. Inilah tantangan sumber daya manusia di tanah air tercinta ini. Miskin harta, miskin ilmu, miskin wawasan. Kemiskinan kompleks yang menyebabkan mereka tetap berada di bawah garis kesejahteraan. Kuharap luka itu segera berlalu. Beralih rupa menjadi sebuah kemajuan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat. Memunculkan wajah baru berupa sebuah bangsa yang berkualitas, sehat lahir batin. Semoga !


JAJANAN ORANG BANDUNG




Bandung memamng sudah lama menjadi tujuan banyak orang untuk wisata kuliner. Termasuk kamu, kan ? Entahlah makan-makan di Parijs van Java ini selalu berasa nikmat. Selalu mengundang selera dan juga selalu muncul menu-menu baru yang bikin penasaran kalo gak dicoba.

            Nah, kali ini kita intip jajanan orang Bandung, yuk ! Selain makan berat, orang Bandung juga ternyata suka ngemil. Makan kudapan diantara jam makan. Sambil berjalan-jalan mengelilingi kota Bandung dan sekitarnya atau mengelilingi pertokoan, nongkrong di pinggir jalan. Rasanya kurang asyik tanpa cemilan. Cemilan murah meriah ala streetfood.
1.      Baso Boedjangan
Baso boleh jadi merupakan jajanan favorit orang Bandung. Rasanya yang seger,
gurih, asam atau pedas bila suka seringkali menggoda selera. Rasanya ada yang kurang jika belum makan baso.
Salah satu tempat jajan baso yang sedang ngetren belakangan ini adalah Baso Boedjangan. Kamu bisa menikmati baso urat, baso telor bebek atau baso keju. Yang berbeda di sini adalah, jika kamu pesan yamin. Kamu harus memesan toping tambahan berupa baso yang bulat-bulat itu. Yup, di tempat lain, yamin akan diberikan dengan kuah basonya. Di sini tidak.
Lokasi Baso Boedjangan ini sudah menyebar di beberapa tempat, Dago, Cimahi.



2/21/2016

KIAT MENJADI SEORANG INOVATOR


               
Pernahkah kalian membayangkan menjadi orang pertama yang menemukan sesuatu, menciptakan sesuatu atau orang pertama yang mengetahui sesuatu ? Bagaimanakah rasanya ? Wow, luar biasa bukan ? Bangga ? Pasti, terlebih jika hal itu diapresiasi oleh orang lain dengan sangat baik. Ingin menjadi seorang innovator ? Ini dia kiat-kiat yang wajib kalian lakukan dalam kehidupanmu !
            Carilah inspirasi untuk suatu ide inovatif ! Seperti seniman, sang innovator membutuhkan inspirasi. Temukan inspirasi dari berbagai tempat, sudut, orang, masalah dan sumber-sumber tak terduga !
Siap ? Meluncur …
            Oh, ya sebagai pengetahuan awal, ternyata jika diklasifikasikan, ada empat tipe sumber daya manusia berikut ini :
1.      10 % innovator. Merekalah yang mampu menciptakan karya inovatif.
2.      20 % mereka yang antusias, mendukung dan pertama kali mengadopsi karya inovatif.
3.      50 % penikmat karya inovatif.
4.      20 % ludites, yaitu mereka yang tidak peduli pada karya inovatif apapun.
Yang mana pilihanmu ? Setelah menentukan pilihan, inilah beberapa cara menjadi seorang innovator.

a.      Kekuatan Pengetahuan
Pengetahuan adalah kunci untuk memunculkan jiwa inovatif. Cara jitu untuk mendapatkannya adalah membaca berbagai macam sumber yang bervariasi. Buku, komik, novel, majalah, koran, website/ blog, bungkus gorengan, dan sebagainya. Carilah hal-hal menarik yang bisa membawamu pada ide-ide segar ! Hal yang berkaitan dengan bidangmu sendiri maupun yang di luar itu.
Yoris Sebastian merekomendasikan Smashing magazine, yaitu majalah daring (online) untuk para web designer atau web developer profesional. Majalah ini berisi tentang teknik, karya terbaik, dan sumber yang berguna untuk menjadi inovatif.

b.      Tonton Program Televisi
Carilah program yang bisa memunculkan kreatifitas dan jiwa inovatifmu !  Salah satunya adalah The  New Inventors di Australia. Acara ini bertujuan agar karya inovatif itu dikenal oleh publik dan dilirik pasar.
Dalam acara ini, karya inovatif dinilai oleh juri. Aspek yang dinilai adalah originality (keaslian), need (kebutuhan), safety (keamanan), design (desain), market dan marketability (pasar), manufacture dan pricing (harga).

c.       Manfaatkan Timelines Sosial Media
Banyak inspirasi dan ilmu bisa kita dapatkan dari timelines Facebook, Twitter, atau Path. Kumpulkanlah ! Setelah itu, jadilah seorang kreator, pencipta konten dari situs-situs di internet. Jangan sekedar browsing atau menjadi pengkritik saja !

d.      Pelajari Pengetahuan Dasar
Ilmu dasar ini bisa menciptakan karya yang bagus. Setelah itu, kita bisa mengembangkannya secara lebih baik dengan bantuan imajinasi sendiri.

e.       Observasi
Pekalah pada lingkungan dan situasi di sekitar kita ! Buka mata, telinga, hidung, kulit, dan lidah ! Carilah masalah-masalah yang dapat kita pecahkan ! Observasi bukan sekedar melihat, tetapi harus menemukan hal sedetail mungkin. Lalu, tuliskanlah setiap detail itu sebagai sumber inspirasi !

f.       Jalan-jalan
Jalan-jalan atau traveling bisa menjadi media sebagai penggali inspirasi. Dengan kegiatan tersebut kita akan mengetahui banyak sisi kehidupan dan bermacam-macam ekspresi orang.

g.      Mendengarkan musik
Musik menjadikan kita tetap sebagai orang-orang yang kreatif. Dengan musik dan suasana yang berbeda, maka ide-ide kreatif akan muncul dengan lancar. Seorang Yoris Sebastian menggunakan musik Baroque saat mengerjakan suatu proyek. Di samping itu, kitapun harus selalu membuka wawasan pikiran dan indera mata, telinga, hati, juga harus banyak bergaul dan berdiskusi.
“Jangan pernah merasa puas dengan hasil, tetaplah selalu tantang dirimu dengan sesuatu yang berbeda, baru dan segar  !” kata Diana Sari Mochdie, juri BIA.
Itulah tips dan pengalaman menarik dari Diana Sari Mochdie, juri BIA dan pengalaman Yoris Sebastian. Kedua saran itu sangat menarik dan ampuh untuk membangkitkan daya kreatifitas kita.
Setuju ? Lakukanlah !
h.      Ubah Sikap
Inilah modal utamanya. Ubahlah sikap, perilaku, dan kebiasaan yang tidak kreatif menjadi kreatif dan inovatif ! Jadilah orang-orang yang jeli dan terbuka terhadap segala perubahan !
Menurut Sigi Wimala, kreativitas adalah kemampuan berpikir secara berbeda. Jangan takut mencoba sesuatu yang baru dan keluarlah dari zona nyaman kita !
Tiga sikap yang harus dimiliki untuk menjadi kreatif dan inovatif ala Emir Hakim adalah :
1.      Jujur pada diri sendiri. Kita harus berani menggali ide-ide kita sendiri.
2.      Jangan menutup diri ! Untuk mendapatkan banyak inspirasi, kita harus seperti spons yang bisa menyerap beragam wawasan ! Jangan malas untuk banyak membaca, bergaul, bertanya, membuka diri ke dunia luar, belajar ilmu yang lain, dan berkolaborasi dengan orang lain !
3.      Kerja keras untuk mengolah inspirasi menjadi karya inovasi. Seperti kata pepatah, sukses berasal dari 1 % inspirasi dan 99 % perspirasi (keringat).
Sikap lain yang harus kita kembangkan adalah bersikap kritis, pantang menyerah dan lihatlah dunia ini dari berbagai sisi ! Berpikirlah secara bijak untuk menciptakan karya yang bermanfaat utuk kehidupan manusia !
i.        Bergabunglah dengan Komunitas Kreatif
“Kreativitas itu menular,” demikian kata Albert Einstein.  Jika kita bergaul dengan orang kreatif, maka kitapun akan termotivasi menjadi kreatif.
Inilah 7 komunitas daring (online) terbaik yang bisa kita ikuti :
1.      Behance Network : http://behance.net
2.      Carbonmade : http://carbonmade.com/
3.      Shown’d : http://shownd.com/
4.      Coroflot : http://www.coroflot.com/
5.      Profesional : http://www.professionalontheweb.com/
6.      Deviantart : http://www.deviantart.com
7.      Biang Inovasi : http://bianginovasi.com/
Itulah kiat-liat jitu menjadi seorang pencipta, orang-orang kreatif yang masih sangat sedikit jumlahnya. Untuk informasi lebih lengkap baca saja di bukunya Yoris Sebastian, berjudul  Biang Inovasi !
Ternyata membaca itu sangat mengasyikkan asal kita mendapatkan bacaan yang bagus dan  menarik. Singkirkan buku-bulu bacaan yang apek, lecek, membosankan seperti warisan sekolah, buku paket dari zaman dahulu kala. Di dunia ini, masih banyak buku-buku yang bisa menyegarkan otak, pikiran dan jiwa kita ! Ayo bersinergi melahap bacaan yang mencerahkan !
Siap ? Action ….


Informasi Buku :
Judul                      :   Biang Inovasi
Penulis                   :   Yoris Sebastian
Penerbit                 :   PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit        :   2014
Tebal buku            :   247





2/16/2016

MENJEMPUT AROMA


Tempat yang melegenda di Bandung


Pagi sedikit mendung. Aku segera bersiap memenuhi janjiku. “7.30 di stasiun,” ujar sahabatku. Kulirik jam tangan, masih 30 menit lagi kereta berangkat. Perjalanan ke stasiun hanya 5 menit saja. Segera kulangkahkan kaki dan bergegas naik angkot.
            ON : Besok jadwalku padat. Pagi-pagi kubelanja di ABC. Lanjut, ke Garut. Terus ke      museum Mandala. Sorenya, baru ke Geologi at Night. Gimana, jadi ikut ?
            YU : Ok !
            Aaagh, dugaanku meleset. Mobil ini lama tak bergerak. Menunggu penumpang dengan sabar. Aku masih bersikap tenang. “Masih ada waktu,” pikirku.
            ON : Hei, dirimu dimana ? Kereta sudah datang.
            Segera kubalas pesan singkat itu. Dag dig dug. Pikiranku langsung membuat rencana baru. Jika tak sempat. Kita bertemu di pabrik saja. Kau naik kereta, aku ngangkot. Tak lama, aku segera berlari ke stasiun. Ular panjang itu sudah terdiam tenang. Aku celingukan mencari temanku.
            PETUGAS : Mau kemana Teh ? Menjemput ?
            YU : Bukan. Ke Bandung.
            PETUGAS : Oh. Ada tiketnya.
            YU : Sebentar ( Aku mulai panik ).
            Kutelpon temanku. Kriiing.
YU :  “Tiketku sudah kau belikan ?” tanyaku.
ON : “Belum,” jawabnya.
 Segera kututup. Aku berlari ke loket. “Bandung satu,” kataku. Seorang petugas loket memberiku selembar tiket. “Segera naik,” ujarnya.
Aku kembali ke gerbang kereta. Tangga naik kereta sudah dibereskan. Gawat. Aku berlari. Hap. Berhasil ! Aku telah berada di dalam gerbong. Kucari temanku. Tak ada.
YU : Kriiing. Dimana ?
ON : Gerbong putih, belakang.
Aku segera bergerak lagi. Melintasi gerbong. Namun, kereta mulai berjalan perlahan. Aku terduduk. Kereta cukup padat. Hampir semua kursi terisi. Wajah-wajah penuh semangat. Penuh pengharapan berharap rejeki yang lebih baik dari hari kemarin. Tak sampai setengah jam, kereta berhenti. Beberapa penumpang mulai turun di stasiun pertama. Ciroyom.
Ah, tak enak juga duduk sendirian. Aku kembali bergerak rusuh melintasi gerbong. Kucari temanku. Beberapa pasang mata di setiap gerbong yang kulewati menatapku. Ups, kikuk juga menjadi perhatian orang. Dikepoin hehehe…. Akhirnya, kutemukan dirimu.
Tak lama kemudian, kereta sampai di stasiun tujuan. Bandung. Kami segera keluar. Melintasi jalan. Menapaki terminal. Menyebrang jalan. Lurus. Belok. Gerak langkah kakiku terasa berat. Temanku bergerak lincah. Pagi-pagi menyusuri Bandung yang masih sepi. Udara masih relatif bersih. Kehidupan sudah mulai berjalan. Kios-kios di Pasar Baru mulai terbuka. Banyak orang sedang membereskan barang dagangannya. Tumpukan barang yang bergunung-gunung di luar mulai diangkut.
Aku menyebrang lagi. Memasuki jalan ABC. Tak banyak mobil atau motor yang melintas. Beberapa kendaraan sudah mulai terparkir. Kami terus melangkah ke ujung jalan. Hidungku menangkap aroma yang menggugah selera. Khas. Gedung putih sudah mulai terlihat. Jam menunjukkan pukul delapan lewat sepuluh menit. Kami segera mendekati gedung tua itu.
Pabrik Kopi Aroma

Wow. Antriannya panjang. Baru kali ini, kulihat antrian seperti itu di sebuah toko sebelum jam sembilan-sepuluh. Orang-orang sudah berbaris rapi. Mengular. Tua muda. Rata-rata berjenis kelamin laki-laki. Cocok. Biasanya, kepadatan seperti ini pada jam seperti ini hanya ada di pasar tradisional. Kami segera memasuki barisan. Seorang nenek-nenek dengan tongkat berdiri di pintu toko. Seorang laki-laki berjaket merah asyik mengambil gambar. Kehidupan sudah mulai aktif di sini. 
Antrian Panjang

Perlahan, barisan mulai maju. Satu per satu orang-orang keluar barisan sambil membawa bungkusan. Ada juga, beberapa orang yang hanya memberikan selembar kertas, lalu pergi. Makan bubur atau entah kemana.
Siap Action
 
Kopi Aroma
Hari ini, ya hari ini kujejakkan juga kakiku di sebuah toko legendaries di Bandung. Gaungnya sudah lama berkumandang sampai jauh. Informasinya sudah banyak terkuak di media. Aku pernah melihat liputannya di televisi. Ah, aku lupa entah di televisi yang mana. Sudah lama sekali. Melaluinya, aku bisa melihat kunjungan ke sebuah pabrik kopi. Saat itu, sambil nonton, hatiku berbisik, “ Semoga suatu saat, aku bisa mendatanginya juga.”
Hari ini doaku dikabulkan. Temanku yang berbisnis di bidang kopi mengajakku ke sini. Dia mendapatkan pesanan kopi untuk segera dikirim ke berbagai kota. Kopi ini ternyata memiliki banyak penggemar. Buktinya, temanku selalu datang ke sini. Sampai-sampai orang sana hapal dengan pesanannya. Sayangnya, pembelian dibatasi sampai lima kilogram saja perharinya.
Biji Kopi dan Mesin

Ada yang tahu kunjungan kulinerku di Bandung ini kemana ? Aku menatap bangunan tua yang masih terlihat kokoh dan bersih ini. Jendela dan pintunya masih kental dengan nuansa masa lalu. Kayu coklat tua yang kokoh. Elegan. Dan Khas. Rasanya jarang kulihat model kusen seperti itu lagi di zaman sekarang ini. Wangi kopi turut menyemarakkan suasana pagi ini. Memberikan kebahagiaan dalam cuaca yang sedang redup.
Perlahan tapi pasti, akhirnya aku sampai juga di tempat pemesanan. Tergoda dengan kopi Aroma yang melegenda itu, aku ikut memesannya. 1 bungkus kopi Robusta. Done, Aku segera keluar barisan. Temanku hanya memberikan selembar kertas. Lho ? Pesanan banyak memang seperti itu. Supaya tidak mengganggu pelanggan lain, kita bisa menunggu orang toko menyiapkan pesanan kita. Kalau sudah siap, dia akan memberikannya pada kita.
Semula aku ragu membeli kopi, karena punya maag. Tahu kan efeknya ? Namun, di sisi lain, kopi hitam ada juga manfaatnya. Bisa menjaga kesegaran badan. Pembunuh sel kanker juga ternyata. Jadi, kubeli deh. Atas dasar saran temanku, aku memilih Robusta yang lebih bersahabat dengan perut. Pada dasarnya, di sini, hanya ada dua jenis kopi. Robusta dan Arabika. Kopi-kopi ini berasal dari berbagai tempat di Indonesia. Semuanya dilebur dalam dua jenis kopi tersebut. Kecuali kopi Java dan Toraja yang bisa dipesan secara terpisah. Sebelumnya, biji-biji kopi itu sudah disimpan lama di gudang, sehingga kopi ini memiliki kekhasan tersendiri. Kita juga bisa memilih jenis gilingan kopi, yaitu halus, medium atau kasar. Konon kabarnya, sebuah tempat ngopi terkenal di Bandung selalu menerima pasokan rutin dari tempat ini.
Yang mana pilihanmu ?

Nah, sambil menunggu pesanan siap, kami berdua dan beberapa orang lain melakukan kegiatan kuliner. Sarapan pagi. Lokasinya ada di depan toko tersebut. Kalau yang ingin kenyang bisa memilih bubur ayam. Konon kabarnya, rasanya enak, banyak topingnya dan murah. Harganya kurang dari sepuluh ribu. Pilihan lainnya yang lebih ringan adalah kue-kue. Salah satunya adalah roti. Terlihat menggoda juga. Namun, pagi itu, aku lebih penasaran dengan kuliner khas Bandung. Comro. Oncom dijero. Rekomendasi beberapa orang sangat meyakinkan. Enak. Renyah. Dan, isinya juga enak oncomnya serta tidak pedas. Pas dengan lidahku. Pas aku menggigit comro yang masih hangat itu, rasanya memang juara.
Seiring dengan gigitan terakhir cemilan khas Bandung tersebut, selesai juga pesanan temanku. Lima kilogram aneka jenis kopi. Selanjutnya, kami masih akan berkeliling di kota Bandung. Mengunjungi Rumah Belajar Rancage (Pusat Studi Bahasa Sunda ) milik Ajip Rosidi di jalan Garut untuk sosialisasi gerhana matahari. Setelah itu akan bergerak ke Museum Mandala Wangsit Siliwangi dan menikmati malam di Museum Geologi Bandung. Night At Museum. Seru kan ? Ada yang mau ikut ? Hayuuu !


Tulisan ini diikutsertakan dalam NiaHaryanto1stgiveaway: The UnforgetableBandung

Featured Post

Dua Puisiku di Bulan September

                                                                                    Peristiwa Sumber Inspirasi                              ...