8/24/2025

Contoh Fiksi Mini : Gempa

 

Mobil melaju membelah malam. Selepas Magrib tadi, kami bertiga berangkat untuk menunaikan tugas negara. Check-in hotel pukul 20.00 WIB. Tulisan yang paling kuingat dalam surat tugas itu.




Hati kami tak rela pergi jauh dari keluarga. Meninggalkan anak kecil di rumah. Berita gempa besar yang sering terjadi akhir-akhir ini, membuat kami waswas. Bagaimana kalau gempa terjadi lagi? Siapa yang akan menggendong si Bungsu? Jantung semakin berdegup kencang ketika si Bungsu menangis sejadi-jadinya saat aku pergi. Seolah pertanda akan berpisah jauh.

Udara malam yang mulai dingin di daerah Puncak Bogor membuatku menutup jendela kaca mobil. Dingin di luar semakin membekukan hati kami, para pejuang rupiah.

“Alamatnya di mana?” tanya pak Raka, suami Bu Yuli yang mengantarkan kami.

“Jalan Raya Cipanas No. 6 Puncak Cipanas Cianjur,” jawabku setelah membuka kembali surat tugas yang kami terima.

Kepala kami bertiga jadi semakin waspada membaca papan nama hotel. Takut terlewat. Mobil melaju lebih lambat.

“Itu dia, sebelah kanan!” kata Ine, temanku.

Suasana hotel yang redup menyambut kedatangan kami. Cukup luas juga halaman hotel ini. Pak Raka mencari tempat parkir yang tak jauh dari lobi utama. Jam menunjuk angka sepuluh.  Kami celingak-celinguk menatap sekeliling.

“Kok, sepi sekali ya,” bisikku dalam hati.

“Mana spanduk acaranya, ya?” timpal Bu Yulia.

Kami segera ke meja resepsionis.

“Menginap Bu, untuk berapa orang?” tanya petugas ramah.

“Kami peserta acara ini, Mbak!” jawabku sambil menunjukkan surat tugas.

“Oh, masuk hotelnya besok pukul 14 siang, Bu! Sekarang belum ada siapa-siapa. Panitia pun baru datang besok pagi,” ujarnya memberi jawaban sekaligus membuat kami jadi mendadak linglung.

“Besok siang?” spontan kami saling tatap. Kami terdiam.

Tangisan si Bungsu tiba-tiba saja melintas di kepalaku.

“Kita kembali ke mobil saja dulu, yuk!” ajak Bu Yuli.

“Kita menginap di sini atau mencari penginapan yang lain?” tanya Bu Yuli memecah kebuntuan.

“Kita keliling dulu, cari penginapan lain! Harga di sini bikin nafas sesak. Sakuku rata,” Jawab kami berdua serempak. Honor sebulan masih belum cukup untuk membayar tidur di hotel ini.

Mobil pun kembali meninggalkan halaman hotel. Kepala dan mata kami kembali menatap tajam nama-nama hotel dan penginapan di sepanjang jalan Puncak ini.

 “Itu dia. Seperti kamar-kamar kos,” teriakku memecah kebuntuan. Aku menunjuk bangunan berwarna putih yang sudah terlewati. Sebuah harapan baru di antara deretan hotel yang tak sesuai dengan saku kami.

Mobil pun berputar arah. “Ada kamar kosong, Pak?” tanyaku pada penjaga. “Ada banyak,” balasnya.

Kami pun segera membawa koper-koper kecil untuk dibawa masuk. Jam berdentang seperti Cinderela melepaskan sepatu kacanya. Malam itu juga, pak Raka kembali pulang.

Kami bertiga bisa beristirahat di sebuah kamar dengan kasur yang cukup luas. Kantuk menyerang.

Tiba-tiba kamar bergetar hebat. Gempa... Gempa... Gempa... Spontan kami melompat dari tempat tidur. Buru-buru keluar kamar. Siaga. Bumi berguncang.

Penjaga melewati kami. “Gempa lagi, ya pak?” tanyaku cemas. Pikiranku melayang pada Si Bungsu.

“Oh, bukan Bu. Itu hanya mobil besar yang lewat. Truk dan bus. Kalau ada mobil besar, memang seperti gempa di sini mah,” jawabnya menjelaskan dengan logat Sunda khas Cianjur.

 


Tulisan ini diikutsertakan dalam program Pemecahan Rekor Muri 10.000 Fiksi Mini Bersama Gol A Gong dan SIP Publishing


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Contoh Fiksi Mini : Gempa

  Mobil melaju membelah malam. Selepas Magrib tadi, kami bertiga berangkat untuk menunaikan tugas negara. Check-in hotel pukul 20.00 WIB. ...