Tampilkan postingan dengan label Wisata Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisata Sejarah. Tampilkan semua postingan

5/21/2016

WISATA SEJARAH: EREVELD LEUWIGAJAH

           
Tjimahi heritage
Jelajah Tjimahi Heritage

          Tjimahi Heritage kembali mengadakan program penelusuran sejarah. Di bulan Mei ini, tempat yang menjadi sasaran adalah sebuah makam bersejarah dan kampung Cireundeu. Keduanya terletak di daerah Leuwigajah Cibeber Cimahi.

Ereveld Leuwigajah

Ereveld Leuwigajah Cimahi
Pemakaman Unik: Ereveld Leuwigajah Cimahi

            Tempat ini lebih sering disebut orang sebagai makam Kerkof. Kejutannya di Minggu pagi itu, tanah ini terbagi dalam dua wilayah negara yang berbeda. Bagian depan termasuk negara Indonesia dan bagian belakang termasuk negara Belanda. Ah, akhirnya saya bisa berwisata di negeri Kincir Angin ! Dua tempat dengan kondisi yang berbeda.
            Ereveld Leuwigajah merupakan makam yang disediakan untuk orang Indonesia dan Belanda yang meninggal sekitar tahun 1941 – 1945. Makam ini bisa jadi merupakan saksi dan bukti sejarah perang di masa lalu. Orang-orang yang dimakamkan di sini pada umumnya berasal dari kamp militer Cimahi. Sekitar tahun 1960, ereveld Leuwigajah ini menerima tambahan 5.000 penghuni dari Munthok. Tokoh yang ada di sini adalah seorang arsitek kota tua Semarang , Lawang Sewu, sekaligus juga dosen ITB bernama Ir Karsten.

batu nisan
Proses Pembuatan Batu Nisan

            Nisan di pemakaman ini awalnya terbuat dari kayu jati. Seiring zaman dan demi melestarikan lingkungan, kini nisan tersebut dibuat dari beton dengan kriteria khusus. Nisan-nisan tersebut bisa menjadi penanda orang yang dimakamkan. Muslim, Kristen, Yahudi. Ada juga anak-anak.

view pemakaman
View Pemakaman yang memesona

            Tempat seluas 3 hektar ini tak terkesan angker tapi menawarkan pemandangan yang bagus, indah, tertib, nyaman dan bersih. Selain itu, petugasnya, Bapak F. Turumulih banyak bercerita aneka kisah. Oleh karena itu, kami bisa betah berlama-lama di sini, sehingga jelajah kali ini berjalan sampai sore.

Petugas

Kampung Cireundeu


Tugu Selamat Datang
Selamat Datang

            Tempat kedua yang kami singgahi adalah sebuah masyarakat adat yang ada di kota Cimahi. Masyarakat tersebut tinggal di kampung Cireundeu yang letaknya tak jauh dari makam tersebut. Berada pada satu jalur yang sama. Jalan Kerkof Leuwigajah, Cibeber Cimahi Selatan.

ruang pertemuan di Cireundeu
Musyawarah

kampung Cireundeu Cimahi
Penjelasan Kampung Cireundeu

            Kang Going dan Kang Yana menerima rombongan di bale-bale. Di sini, kami bisa menyimak sejarah kampung Cireundeu. Sebuah tempat yang unik, karena masyarakatnya menggunakan sampeu (singkong) sebagai makanan pokoknya.
            Hal itu awalnya terjadi dulu pada masa penjajahan Belanda, pulau Jawa dilanda gagal panen.  Agar tak kelaparan, masyarakat menanam singkong. Sejak saat itu, masyarakat ini menjadikan singkong sebagai makanan pokoknya sebagai simbol perjuangan melawan penjajahan Belanda.
            Sekarang, kampong Cireundeu ini bersifat terbuka. Banyak dikunjungi wisatawan dan juga para akademisi yang sering mengadakan penelitian tentang singkong ini.
           
           


4/24/2016

JELAJAH STASIUN CIMAHI



        
Bagian Depan Stasiun Cimahi
        Minggu ini, Komunitas Tjimahi Heritage kembali mengadakan program menelusuri sejarah. Istimewanya, acara ini dihadiri oleh Bapak Nursaleh dari Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Kota Cimahi. 
Bapak Nursaleh
 Kali ini, kami mengadakan penjelajahan ke beberapa tempat, yaitu : Stasiun Cimahi, Gedung Historich, Kolam Renang Berkles, Bangunan di sekitar jalan Sukimun, kawasan militer di sekitar jalan Gajah Mada dan berakhir di lapang Rajawali.
STASIUN KERETA API CIMAHI
Kang Dani
       
Peserta Jelajah
   
         Tempat ini menjadi titik kumpul para penjelajah, sekaligus juga menjadi obyek penjelajahan pertama. Di halaman parkir, kami pertama-tama menimba ilmu tentang sejarah kereta api dari pakarnya, yaitu Kang Dani. Setelah itu, secara bergantian kami memasuki kawasan stasiun sambil mendapatkan penjelasan tentang tempat ini dari Wakil Kepala Stasiun Cimahi, Bapak Dani Sumarna. 



Kami disuguhkan pada suasana yang nyaman. Bersih dan dimanjakan dengan arsitektur Eropa. Keaslian stasiun ini masih terjaga 100 % kecuali lantai yang sudah rusak dan dianggap membahayakan penumpang. Sambil memerhatikan kenyamanan penumpang, kami menikmati keindahan arsitektur stasiun dan tak lupa mengabadikannya.
Gedung Historich
            Tak jauh dari stasiun, kami melanjutkan perjalanan ke arah timur. Tempat kedua yang kami jelajahi adalah Gedung Historich. Tiang-tiang besar yang menyangga gedung ini menyebabkan saya seperti dilempar ke zaman Yunani Kuno, pun serasa terlibat dalam film The Mummy. ( Halah imajinasi penulis melambung tinggi hehehe… ). Konon, tempat ini merupakan ruang bagi pesta para pejabat militer, sedangkan para prajurit menggunakan Gedung Siliwangi ( gedung empat ).
        Tak banyak juga perubahan yang terjadi. Antara masa lalu dan sekarang, arsitekturnya hampir sama, kecuali sebuah gazebo yang sudah punah ditelan zaman. Di bagian depan, selain gazebo sempat pula ada tembok pembatas kiri kanan. Namun, kini bagian itu juga sudah tidak ada lagi. Katanya di dalam gedung ini masih ada bunker dan masih berfungsi dengan baik. Sayang hari itu, ada pesta pernikahan sehingga kami gagal menjelajahinya.
        Sekarang, gedung ini dimiliki (disewa ) oleh raja Factory Outlet ( FO ), Pak Ferry. Historich di masa kini banyak dimanfaatkan untuk pesta pernikahan, pameran dan bazaar ( ssst… komunitas kuliner cimahi/ kulcim pernah membuka banyak stand saat Ramadhan tiba ), seminar kewirausahaan, pentas teater dan sebagainya. Sebelum itu, gedung ini menjadi markas para anggota DPRD Kota Cimahi.
JALAN SUKIMUN
            Destinasi wisata ketiga adalah sebuah jalan yang berdampingan dengan jalur rel kereta api Cimahi-Bandung. Namanya jalan Sukimun. Nama jalan ini merupakan sebuah bentuk penghargaan pada seorang anggota Angkatan Muda Indonesia bernama Sukimun. Beliau ini menjadi korban kekejaman NICA.
Berkles

            Penjelajahan masih berada di jalan Sukimun. Kami mendatangi sebuah bangunan yang sangat dekat dan pasti menuai kenangan tersendiri bagi warga Cimahi. Bangunan itu adalah kolam renang Berkles. Ya, dulu, saat saya masih bersekolah, tempat ini menjadi salah satu tujuan piknik. Warga Cimahi datang ke tempat ini untuk berenang, kumpul bersama teman dan saudara, juga menikmati beberapa hewan peliharaan yang ada di sekitarnya. Yang masih saya ingat, dulu ada burung Rangkong dan monyet hitam besar. Menurut salah seorang peserta, burung Rangkong itu asli dibawa dari Papua oleh pemiliknya. Sayangnya tempat ini sekarang tidak terurus dengan baik.
        Di masa lalu, tempat ini ternyata menjadi hotel bintang lima bagi warga belanda. Tempat ini juga menjadi destinasi liburan atau pakansi. Kalau tidak salah harga sewanya sekitar 90 gulden. Kang Mahmud Mubarok banyak memberikan contoh iklan untuk tempat ini dari koran-koran masa lalu.
Pabrik Roti
           

         Tak disangka setelah melewati Berkles, ada satu tempat usaha bersejarah. Di jalan Sukimun ini, dulu ternyata ada sebuah pabrik roti. Setelah berpuluh-puluh tahun hidup di kota ini, baru kali ini saya mendengar kabar itu. Bangunannya tinggi sekali dan kami sejenak rehat di sana, berteduh sambil mengatur nafas dan minum. Siang ini lumayan terik juga. ( Seandainya ada pembagian roti belanda ya siang itu, jelajah kali ini pasti asyik, serasa jadi ratu belanda deh ! ).
            Pabrik ini pastinya bagian dari kebutuhan perbekalan militer. Mereka juga pasti butuh makanan, ya kan ?
BANGUNAN ( Rumah ) militer
            Kejutan kedua yang saya dapatkan dalam penjelajahan itu adalah jalan tembus. ( Hmmm… dulu zaman saya sering main ke sana ada gak ya ? ). Saat saya akan pulang dari rumah teman di daerah Sukimun, saya pasti akan kembali ke jalan raya di depan gedung Historich. Naik angkot. Nyampe rumah deh.
        Siang itu, setelah mengabadikan bangunan tua pabrik roti, kami melanjutkan perjalanan menuju rumah-rumah yang terkait erat dengan kemiliteran. Ada asrama, rumah pimpinan militer, dan mesjid. Sekarang, bernama Mesjid ABRI. Bangunan-bangunan itu sangat khas. Berbeda dari rumah-rumah penduduk di sekitarnya. Masih jadul bangets. Warna, jendela, pintu, bentuk dan sebagainya. Kami merasakan eksotisme wisata sejarah sekaligus warisan masa lalu, heritage.
        Perjalanan berkeliling tersebut ternyata membawa saya ke jalan Gajah Mada dan sampai di dekat kawasan militer sebagai ciri khas kota Cimahi. Katanya, inilah satu-satunya jalan yang menggunakan nama Gajah Mada. Tahu kan siapa dia ?
LAPANG RAJAWALI
            Dari jalan Gajah Mada tersebut, kami kembali pada keramaian kendaraan yang cukup mendebarkan juga. Mobil dan kami hanya berbeda beberapa puluh centi saja. Kami menyusuri trotoar menuju lapang Rajawali. Destinasi terakhir.
        Di sinilah kejutan berikutnya. Ternyata di sebrang lapang Rajawali yang jauh nun di sana, ada sebuah penjara militer, Poncol katanya. Selama ini, saya mengira bangunan itu adalah perkantoran seperti tempat uwa saya dulu bekerja di pusat pendidikan militer itu. Dan setelah membandingkan lapang rajawali sekarang dengan gambar yang dibawa oleh Kang Mac, ternyata lapang itu tinggal sebelah. Bagian lainnya sudah berubah menjadi bangunan militer.
        Nah, penjelajahan kali ini berakhir dengan tetap eksis dan narsis. Kami berkumpul di salah satu kawasan pusat pendidikan militer. Di sana ada sebuah kapal terbang tua. Cheeessseee ! Puluhan kamera ponsel dan LDR mengabadikan senyum kami, gaya kami, kebersamaan kami, juga keceriaan kami.
        Kapal terbang itu, sekarang menjadi obyek wisata setiap Sabtu dan Minggu. Sayang, saya belum sempat mendatanginya. Lain kali aza, ya !

 
Peta Jadul

Liputan di koran Pikiran Rakyat

2/09/2016

RUMAH KOLONIAL BERGAYA JAWA



Sejak kecil dulu, hampir setiap saat, saya selalu akrab melewati rumah ini. Sebuah rumah yang terletak di pinggir jalan besar. Banyak cerita yang melingkupi rumah ini. Angker. Rumah berhantu. Juga sering digunakan untuk syuting sinetron. Kabarnya sinetron yang angker juga.
            Dari pinggir jalan besar, rumah ini hanya terlihat bagian atapnya saja. Mengapa ? di sekelilingnya terdapat banyak pohon-pohon besar. Dalam pikiran anak kecil, saya menyebutnya sebagai sebuah hutan. Hutan di tengah kota. Rindang dengan pepohonan dan gelap. Benar-benar menakutkan.
Rumah Kebon Kopi

            Lama tak mendengar kabar tentang rumah ini. Tiba-tiba, seorang kawan saya mengajak untuk menjelajahi rumah tua tersebut bersama dengan komunitas Tjimahi Herritage. Rumah ini terletak di pinggir jalan raya Cimahi-Bandung, khususnya daerah Kebon Kopi Cibeureum Cimahi. Minggu, 31 Januari 2016 kemarin, akhirnya saya dan teman-teman berhasil menjelajahi rumah bersejarah ini. Kondisinya sangat jauh berbeda dari bayangan masa kecil dulu. 
Peserta Jelajah Rumah Kebon Kopi

            Bagian luarnya sudah sangat lapang. Pohon-pohon rindang yang dulu menutupinya, sudah hilang, berganti taksi-taksi biru. Tinggal sisi bagian kanan yang masih menyisakan sejarah. Kabar terakhir, rumah ini sudah dijual pada sebuah perusahaan taksi terkenal di Bandung, Bluebird. Perusahaan tersebut berkomitmen untuk tetap melestarikan bangunan tersebut, walau harus merehabnya. Ya, rumah tua itu sudah banyak termakan usia.
            Rumah kuno itu saya namakan dengan RUMAH KOLONIAL BERGAYA JAWA. Bagian luarnya memang mirip dengan rumah gaya Eropa dengan tiang-tiang kokoh seperti bangunan Yunani. Kalau tidak salah berjumlah enam buah. Hanya di bagian atas ada nuansa lokal, yaitu ukiran bunga (melati).
Hiasan Lantai luar

            Sebelum memasuki bagian dalam, kami mendapat penjelasan tentang sejarah kopi dan  rumah ini dari Kang Machmud Mubarok dan Kang Mochamad Sopian Ansori. Ternyata rumah ini terkait erat dengan sejarah perkebunan kopi. Boleh dibilang menakjubkan, karena melanggar kebiasaan syarat menanam kopi. Tanaman kopi biasanya membutuhkan ketinggian minimal 700 m dpl, sedangkan di sini hanya sekitar 650 m dpl. Jadi, pohon rindang yang dulu menyelimuti rumah ini ternyata oh ternyata adalah tanaman kopi yang tinggi-tinggi. Alasan inilah yang melatarbelakangi daerah ini bernama Kebon Kopi.
Kang M. Sophian

Kang Machmud

SEJARAH KOPI DI INDONESIA
Wow, ternyata kotaku ini bagian dari sejarah masa lalu yang kini sedang dibangkitkan lagi. Kopi nasional, produk Priangan, Produk Indonesia. Ah, rasanya bangga juga tinggal di kota yang termasuk bagian sejarah itu. Sekaligus juga miris mendengar kisahnya. Javana oh Javana !
Kopi di tanah Priangan berasal dari wilayah Malabar India. Seorang kapten VOC, Adrian van Ommen membawa kopi Arabica pada tahun 1696. Pada awalnya, penanaman kopi di Indonesia ini mengalami kegagalan akibat banjir Batavia. Namun, akhirnya mambawa hasil setelah kopi tersebut ditanam di daerah Bidara Cina, Kampung Melayu, Sukabumi, dan Sudimara. Kopi-kopi inilah yang pada akhirnya membawa kejayaan pada VOC. Kopi-kopi tersebut berhasil menguasai pasaran dunia. Akibatnya, muncullah perjanjian VOC dengan para bupati Priangan untuk memperluas penanaman kopi di Priangan. Salah satunya adalah Bupati Cianjur, Aria Wiratanudatar. 
Program Komputer ini berawal dari kejayaan kopi Indonesia di mata dunia

Pada tahun 1786, setengah kopi yang dihasilkan berasal dari lereng-lereng Gunung Gede di Cianjur dan sebagian lagi dari sekitar Bandung. Kejayaan kopi di pasar dunia membawa kemakmuran bagi VOCselama hampir dua abad, juga para bupati Priangan. Namun, kemudian akibat korupsi, VOC mengalami kebangkrutan hingga terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan.
Setelah menyengsarakan rakyat, tahun 1876, Hindia Belanda ditimpa petaka dengan hancurnya tanaman kopi akibat penyakit karat daun. Penyakit itu meluas sehingga melumpuhkan perdagangan kopi dunia. Dalam situasi gawat tersebut, Brazil dan Kolombia akhirnya mengambil alih kekuasaan perdagangan kopi dunia sampai sekarang.
Setelah mendengar penjelasan sejarah perkebunan kopi, akhirnya kami dibagi menjadi dua rombongan. Secara bergantian, kedua rombongan itu menjelajahi bagian dalam rumah. Lalu, menjelajahi halaman belakangnya.
MISTERI RUMAH TUA
Ketika memasuki bagian dalam, kawanku berkata, “ Aku kok seperti mengenal betul rumah ini. “
“Ya, jelaslah, wong kamu sering pulang ke Jawa. Pemilik rumah ini kan orang Jawa. Trenggalek !” jawabku sambil tersenyum.
Inilah kejutan pertama. Rumah bergaya kolonial ini bukan milik para bangsawan Eropa (Belanda) tapi milik pribumi. Seorang tuan tanah asal Trenggalek, Jawa Timur. Diperkirakan rumah ini milik Wangsadiredja. Kejayaan kopi membawa kemakmuran. Rumah inilah buktinya. Kemewahan arsitektur Eropa dipadukan dengan nuansa jawa di bagian dalamnya. Salah satunya melalui pintu-pintu kayu yang kokoh dan tinggi, lengkap dengan kunci khas dari masa lalu. Besi-besi panjang yang terkait di bagian atas dan palang kayu. Itulah kejutan keduanya. Rumah ini bukan istana raja Eropa.
Peserta menjelajahi bagian dalam rumah

Rumah yang sangat luas ini memiliki enam buah kamar dengan ukuran yang cukup luas. Yang menarik, di tengah-tengah bagian rumah masih ada sumur yang masih terlihat bagus. Walaupun dikelilingi ilalang yang sangat tinggi.
Miris hati ini ketika memasuki bagian dalam. Seperti VOC, rumah ini benar-benar diambang kehancuran. Beberapa bagian rumah tampak tak terawat. Atap-atap banyak yang tinggal menunggu waktu jatuh. 
Kejutan ketiga, ada di halaman belakang. Halaman yang masih memiliki nuansa hutan itu ternyata merupakan pemakaman keluarga. Kurang lebih ada lima baris makam dengan berbagai model makam. Cina dan Muslim. Sangat terawat. Bersih. Rapi. Tulisan di nisan sebagian besar menggunakan bahasa Sunda. Sayang, sebagian nama-namanya kurang jelas terbaca.
  Sebelum sampai kompleks pemakaman tersebut, kami harus menjelajahi hutan kecil dan juga jalan setapak yang dipenuhi dengan guguran daun-daun. Cukup tebal dan empuk ketika diinjak.
Saat pulang, setelah mendapat restu dari penjaga,  seorang kawanku yang lain mengambil beberapa buah Ganitri untuk dijadikan gelang yang unik. Buahnya berwarna biru terang. Bagian dalamnya berwarna coklat muda. Bergerigi.
Dengan terkumpulnya buah Ganitri di wadah, berakhir pula petualangan kami hari itu. Menjelajahi RUMAH KOLONIAL BERGAYA JAWA. Setelah itu, kami kembali berkumpul di teras depan untuk berkenalan dan membacakan Novel Max Havelar secara bergantian. Konon kabarnya, rumah tua ini pernah digunakan untuk syuting film salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesiatersebut.
Reading Novel Max Havelar

Menjelang dzuhur, kamipun membubarkan diri dengan membawa kenangan masa lalu, pengetahuan baru, dan kawan baru. Sampai jumpa di petualangan berikutnya, ya ! Salam Sejarah ! Salam Sastra !
Dari sejarah, kita bercermin untuk kebaikan di masa yang akan datang. Memaknai sejarah sami sareng memaknai hidup !

           

Featured Post

6 Tip jadi Manusia Kreatif, Seorang Inovator

  Manusia kreatif/ inovator merupakan golongan langka. Hanya 10 persen saja. Menurut Sigi Wimala, kreativitas adalah kemampuan berpikir seca...