1/05/2016

SINCAN ... SINCAN



Perjalanan ke Curug Malela yang tak terduga itu ternyata menyisakan wisata yang lainnya. Hmm… kira-kira apa ya ? Perjalanan terjadi tak bisa hanya satu macam saja. Ada perjalanan, pasti ada tenaga. Nah, pastinya sudah bisa menebak, apa wisata berikutnya ? Yeee betuuul. Wisata Kuliner jawabannya.
            Nah, kemarin, setelah menaklukkan Malela secara berombongan dengan ojeg. Kami merindukan sesuatu. Ada sih ibu warung dan juga mang ojeg yang menawarkan makanan berat di lokasi Curug Malela. Nasi dan lauk-pauk sederhananya. Sayang, kami sudah dijamu oleh Bapak Haji Sodikin dan salah seorang teman kami juga hobinya masak. Jadi, menu itu kami lewatkan begitu saja. Next time ya, Bu !
            Setelah puas menikmati keindahan dan kemegahan curug Malela, juga puas berbasah-basah di sana, kamipun melakukan perjalanan pulang kembali ke rumah Bapak Haji Sodikin. Namun, perjalanan ini membawa satu tekad baru. Hoyong ngabaso. Pengen baso. Kami kembali menikmati perjalanan dengan tujuan makan baso dulu. Akhirnya, Pemandu kami, membawa rombongan ke daerah Pacet Jaya. 


            Tak disangka di pinggir jalan itu, kami menemukan kios baso yang cukup bersih dengan penataan yang cukup menarik pula. Ada tiga baris meja kayu yang ditata seperti di rumah makan Sunda. Lesehan. Ah, cocok sekali !

            Di depan, ada dua roda yang menutupi meja-meja kayu itu. Roda-roda yang menggoda kami, untuk masuk ke dalamnya. Baso bulat yang terlihat enak dan juga bahan-bahan untuk minuman. Rrrr… bikin lidah bergoyang dan perut keroncongan lagi. Lalu, pesananpun mengalir deras.
            Hampir semuanya, memesan mie baso, kecuali saya yang lebih senang dengan baso kuah. Basonya terasa enak bingits. Matang sempurna. Kuahnya bening dan bersih. Tak terlalu tajam dengan aroma bawang putih.  Mie-nya juga enak. Kuning cerah, menggoda mata. Pas di lidah. Pas juga di kantong.

Alhasil, siang itu, ditemani hujan turun, kami menikmati kehangatan mie baso yang sedap. Tak cukup satu kali. Mindo lagi. Kaleyo. Tambah sekali lagi, kami kembali menemukan surga di Malela. Baso Sinchan. Selain mie baso dan baso kuah, di sini ada juga mie ayam dan aneka minuman seperti di tempat lain.
Kabita ? Mau ? Datang saja langsung ke sini, ya ! Asyik dan Maknyus deh. Jalan-jalan ke curug Malela dan makan mie baso Sinchan. Surganya kampung Cililin !
           

MENAKLUKKAN CURUG MALELA



         Hei, tahun baruan mo kemana ? Tadinya sih bakalan kemping. Tapi peminatnya sedikit. Jadi, batal dong liburannya. Tentu tidak. Kebetulan ada teman yang sedang pulang kampung. Akhirnya, kami menyusul dia deh. Menghindari riuhnya kembang api dan menyepi di kampung. Di sini, saya kembali bertemu dengan seeng dan hawu.
Lari dari rutinitas. Kembali menikmati keindahan alam. Curug Malela jawabannya. Jujur, saya takut untuk ke sana, karena mendengar medannya yang berat. Ditambah lagi harus menggunakan ojeg ke sananya. Hadoohhh… ! Jantung saya berdegup kencang. Ayo, siapa yang berani menaklukkannya ? Curug itu termasuk dalam kosa kata bahasa Sunda. Curug berarti air terjun.
Pesona Curug Malela
             Curug Malela sering disebut orang sebagai Niagara-nya Indonesia, khususnya Bandung. Memang mirip sih, hanya saja lebih kecil. Biasanya, di curug itu hanya ada satu aliran air saja yang mengalir deras dari atas ke bawah. Dari kerimbunan pepohonan. Namun, curug Malela ini lebih lebar dan ada beberapa aliran air. Curug ini terletak di Kecamatan Rongga, Cililin, Kabupaten Bandung.
Berbasah-basah yuuukkk
  Jika ingin sampai di sini, banyak alternatif transportasi yang bisa digunakan. Kendaraan pribadi. Motor. Mobil carteran (borongan). Ada juga angkutan umum. Untuk angkutan umum, bisa menggunakan elf atau bis kecil dari Bandung. Katanya sih tarifnya sekitar Rp 25.000,-. Ada mobil jurusan Bandung ( Ciroyom ) - Gunung Halu atau Bandung-Bunijaya. Naiklah sampai terminal terakhir. Setelah itu lanjut dengan ojeg.
            Jika menggunakan ojeg atau motor, kita bisa lebih mendekati  curug. Ada tempat parkir, pas sebelum tangga menuju curug. Keterampilan dan ketangguhan motor dan pengemudinya benar-benar harus bisa diandalkan. Mengapa ? Sebelum sampai di sini ada jalan berbatu yang cukup terjal, menanjak, berbelok dan licin kalau hujan. Jalan ini cukup lebar, bisa untuk mobil juga sih. Tapi mobil sudah kalah sebelum berperang. Eiitsss… jangan khawatir ! Jalan berbatu ini tidak terlalu panjang. Jalan lainnya cukup mulus, kok ! Oh, ya, tarif ojeg dari Gununghalu atau Bunijaya sampai curug sekitar Rp 150.000,- - Rp 200.000,-. Tawar-tawar aza yah !
            Nah, jika menggunakan mobil pribadi atau omprengan, umumnya, mobil takluk di tempat parkir sederhana sebelum jalan berbatu ini atau di perkebunan teh Manjar. Selanjutnya jalan kaki sampai curug. Lumayan cukup jauh juga sih.
            Perjalanan menuju curug Malela ini menawarkan pemandangan untuk mencuci mata. Menikmati udara segar.  Kita bisa menikmati indahnya pesawahan dengan aliran sungai yang deras. Hijaunya perkebunan teh. Juga benteng alam gunung dan perbukitan. Berpadu dengan suasana kampung yang bersih. Bangunan rumah panggung dan modern. Sungguh, lukisan alam yang luar biasa ! Maha Karya Sang Pencipta Yang Maha Agung.
            Sampai di lokasi, penataannya sudah cukup baik. Jika ingin menikmati pemandangan curug, kita harus menuruni jalan yang sudah dibuat tangga-tangga. Pavingblok, batu dan mendekati curug, menyusuri tangga tanah. Hati-hati, di sini licin kalau basah ! Untuk menikmati pemandangan curug ini, kita bisa memilih. Jauh atau dekat. Jika ingin cukup jauh, kita bisa duduk di sebuah saung di tanah datar. Tempat ini sih katanya untuk arena berkemah. Jika ingin berbasah-basah, kita masih harus berjuang menuruni tangga-tangga tanah lagi dan bersiap pulang dengan tenaga pull hehehe…. Hah… heh… hoh…. ( Eungap euy xixixi… ). Namun, bagi yang sudah biasa jalan-jalan mah ringan-ringan saja tuh.
Malela dan Tangga
             Di sini sampai lokasi curug ada warung-warung yang menyediakan minuman ringan, kopi, dan makanan. Bagi yang tidak mau repot dan berat, mampir saja di warung itu sambil beristirahat, mengatur nafas.
            Oh, ya kalau ingin lebih lama lagi. Kalian bisa berkemah di sekitar curug. Kemarin, saya melihat ada dua tenda di dekat curug. Selain itu, perkemahan lainnya juga ada di atas. Ingat, wajib bawa peralatan berkemah yang lengkap. Di sini belum ada penyewaannya.
Tempat berkemah
             Perjalanan saya kemarin, menaklukkan curug Malela, memakan waktu satu jam. Dimulai dari daerah Tamanjaya, Gununghalu, Cililin.  Kebetulan di sini ada orang tua teman, Bapak H. Sodikin. Berkat negosiasi beliaulah, kami bisa mendapatkan ojeg yang tangguh dengan harga Rp 100.000,-. Pulang pergi. Ditunggu lagi. Ah, sungguh perjalanan asyik yang tak terduga. Kami, para Srikandi bisa menaklukkan Curug Malela. Perjalanan berat yang tak seseram bayangan saya sebelumnya. Bravo girls !
Srikandi
             Ah, hampir lupa. Ada satu lagi tempat asyik dalam perjalanan ke Curug Malela ini. Apa itu ? Saya posting di tulisan berikutnya yah. Monggo mampiir lagi !
Mang Hamdan cs, Ojeg andalan

Kontak Ojeg :
1.      Mang Ade        : 087825783827
2.      Mang Hamdan : 083821288200









http://www.bluepackerid.com/

12/28/2015

KEMPING SERU DI SITU CISANTI



Apa yang kalian lakukan pada musim liburan ini ? Jalan-jalan ke pusat perbelanjaan ? Pergi ke pantai ? Makan-makan di suatu obyek wisata ? Atau menggerutu karena terjebak macet saat pergi keluar kota ?
Keindahan Alam Situ Cisanti
             Bagaimana jika liburan itu kita kemping seperti anak pramuka ? Yah, itu satu pilihan tepat untuk cuci mata dan cuci otak. Refresh. Menikmati indahnya alam. Hijaunya dedaunan. Beningnya air. Dan, tentu yang sudah mulai langka ada di kota adalah menghirup udara segar dan bersih. Mau ?
Kilometer Citarum 0

            Salah satu tempat kemping yang memesona itu adalah Situ Cisanti. Situ atau danau ini merupakan bagian dari perkebunan teh Malabar, Pangalengan Kabupaten Bandung. Tepatnya di desa Kertasari. Dari tempat inilah asal muasal air sungai Citarum mengalir. Oleh karena itu, kita bisa melihat tulisan Kilometer Citarum O yang cukup besar dan mencolok dengan warna merah.
Pabrik Teh
             Untuk sampai ke tempat ini memang agak susah. Tidak ada angkutan umum. Danau ini bisa dijangkau dengan mobil sendiri atau motor. Dari Bandung bisa ditempuh sekitar dua jam tanpa macet dengan kecepatan sedang, karena sambil menikmati hijaunya perkebunan teh yang menggoda mata sekaligus juga menggoda untuk berdiam sejenak, foto-foto.
pesona perkebunan teh
             Tempat kemping ini memang belum dikelola secara professional. Fasilitasnya belum bagus, kecuali tempat parkir yang agak luas. Oleh karena itu, kita wajib mempersiapkan segala sesuatunya demi kenyamanan. Peralatan kemping, makanan, alat masak dan sebagainya. Kecuali, jika ingin kemping dengan gaya anak muda. Ada beberapa warung yang menjual makanan dan minuman ringan serta menu wajib kemping: supermi. Kita bisa juga membeli kayu bakar untuk api unggun atau masak rimba.
Spot kemping
             Namun, kemping di sini menawarkan keindahan alam yang asyik banget. Pemandangan danau yang indah. Kita bisa mencari tempat kemping di beberapa tempat. Di pinggir danau. Di bawah pepohonan. Di dekat tulisan Kilometer Nol. Di dekat dermaga. Kita tinggal memilih tempat yang disukai, dekat dengan tempat parkir atau makin menjauh.
Tepi danau  
             Tantangan terberat dalam kegiatan ini adalah udara dingin setelah tengah malam menuju pagi. Apalagi jika api unggunnya padam. Seringkali kita terbangun karena kedinginan, bahkan tidak bisa tidur karena menggigil atau batuk-batuk. Tapi, kalau baju dan peralatan kemping kita sudah cocok untuk udara seperti itu pasti nikmat.
            Saat bangun di subuh hari, kita sarapan. Lalu, berjalan-jalan mengelilingi danau sambil menikmati indahnya alam dalam balutan kabut. Sungguh luar biasa ! Selain itu, kita juga bisa mengamati para pemancing yang dengan sabar menanti ikan. Sejak sore hari, mereka sudah berada di pinggir danau. Mungkin kita bisa juga membeli hasil tangkapannya untuk dibakar sendiri dalam api unggun atau oleh-oleh. Ikannya adalah Nila. Hmmm… yummy !

RESENSI FILM NEGERI VAN ORANJE



CERITA CINTA DARI NEGERI KOMPENI
JUDUL                                  : NEGERI VAN ORANJE
PRODUKSI                            : FALCON PICTURES
SUTRADARA                      : ENDRI PELITA
PENULIS SKENARIO        : TITIEN WATTIMENA
AKTOR                                  : CHICCO JERIKHO, ABIMANA ARYASATYA, TATJANA SAPHIRA,  ARIFIN PUTRA, GE PAMUNGKAS


            Cukup satu kejadian saja untuk mengingatkan kita pada sesuatu !”
            “I love you when you smile. I love you when you yell. I love you when you cry. I even love you when you’re drunk !”

            Preambule
Bagaimana rasanya menjalani hidup merantau di negeri orang, apalagi dengan status mahasiswa ? Di negeri sendiri saja muncul istilah perbaikan gizi (pasti tau artinya, kan ?). Kalau di negeri orang, harga serba mahal, tak punya penghasilan, cekak pula. Waduh… super gawat ya. Persahabatan ternyata mampu meredakan ketegangan-ketegangan itu. Kalau persahabatan  itu dibumbui cinta, bagaimana nasibnya ?

Sinopsis Cerita
            Dua kata itulah yang melandasi cerita film Negeri van Oranje yang tayang di akhir tahun 2015 ini. Lintang, Gerri, Banjar, Daus dan Wicak adalah mahasiswa S2 Indonesia yang kuliah di negeri Belanda. Kalau dari novelnya sih, persahabatan ini terbentuk akibat ulah si badai. Mereka tertahan di stasiun Amersfoort. Sejak itu, terbentuklah AAGABAN ( Aliansi Amersfoort Gara-gara Badai di Netherlands ). Suka duka mereka lalui dengan kekuatan persahabatan. Kebersamaan memang bisa menjadi penguat hidup. Setuju, kan ? Lalu, cinta mewarnai persahabatan itu. Lintang menjadi rebutan keempat cowok tadi. Hancurkah persahabatan itu ? Simak lanjutannya di bioskop favorit masing-masing, ya hehehe….

 
Lintang Lulus Kuliah
            Komen dulu ah
Film ini cukup menarik, walaupun jalan ceritanya datar. Yang jelas, jiwa jjs saya makin mencuat saat nonton film ini. Haduuuh, kapan bisa jalan-jalan di negeri sono, ya ? Apalagi kelima sahabat itu juga melakukannya ke Praha dan beberapa kota di Negeri Van Oranje. Bunga tulip yang menjadi impian sayapun ada di dalamnya. Warna-warni memanjakan mata. Menonton film ini serasa keliling Eropa deh rasanya. Sama seperti adaptasi novel lainnya. Menggoda pisan ! Latar tempat menjadi keunggulan film ini. Selain para aktornya yang ganteng-ganteng. Apalagi ekspresi dan gaya Arifin Putra saat Lintang memerhatikan kunci gembok dalam perjalanan ke wall.
            Yang unik, pengikat ceritanya adalah sebuah teka-teki. Dari teka-teki inilah meluncur satu per satu rangkaian peristiwa menuju jawaban akhir. Rasanya baru kali ini film Indonesia menggunakannya. Dengan menggunakan alur mundur, penonton dibawa pada berbagai peristiwa seru sekaligus juga sebuah kejutan besar tentang Gerri. What do you think ?
            Secara umum, cerita film ini mirip dengan yang lain, kecuali kejutan-kejutan yang tidak biasa. Saya berharap sih film lain yang senada bisa mengangkat suka-duka belajar di negeri orang. Jangan cinta melulu !  Apa slogan pendidikan gratis bisa imbas ke film, yah ? Film gak bakal laku kalo mengangkat tema itu. Sayang, ya ! Padahal film seperti itu bisa jadi motivasi bagi kita semua agar belajar lebih giat lagi. Belajar total demi kemajuan bangsa dan negara ! Belajar total untuk mengatur negara yang kaya ini. Seperti kicauan dan video Panji Pragiwaksono yang menggugah nasionalisme kita.
”Negara kita ini belum memiliki manager yang cakap !”
Udah gitu aza komen sayah mah yaa. Nah, sekarang saatnya kalian nonton sendiri filmnya di bioskop pilihan. Bagus buat mengisi liburan ini. Siap-siap aza nikmatin kejutan-kejutannya yah sambil makan popcorn hehehe….
           
           
Botram di Negeri Van Oranje

Featured Post

Fiksi Mini: Aurora

  Semangat sekali aku menyambut tahun ajaran baru ini. Setelah liburan selama dua minggu, energiku terisi penuh. Langkahku tegap menuju kela...