2/04/2012

LUCU


CHEK IN
                                                                                                By Arundina
            Tiba-tiba, Sabtu sore, surat tugas melayang ke rumahku. Besok kau harus ke Cipanas ! Pelatihan Jurnalistik ! Kubaca surat itu dengan seksama. Aku dan dua orang temanku wajib melaksanakan tugas itu. Segera kutelpon kedua temanku, Indri dan Yulia. "Ya, besok sore kita pergi bersama. Apih, siap mengantar !" jawab Yulia di sebrang sana.
            Tepat pukul empat sore, Yulia diantar suaminya datang ke rumahku. Tinggal Indri yang belum datang. Kriiiing… "Halo !" "Rumahmu yang mana ?" tanya Indri. "Oh, sebelah warung gas elpiji. Di depan ada mobil Avanza hitam !" balasku. Kami pun menanti kedatangannya sambil bercakap-cakap ringan dan menikmati suguhan kue dan teh. Tak berapa lama, diapun datang. Senyum khasnya mengembang. "Hayu, ah!" ajaknya. "Duduklah dulu.  Ngopi dulu !" jawabku kalem. "Wareg yeh. Teu kuat hayang geura ka Cipanas ! Karunya Apih bisi kamaleman teuing pulangna." Jawabnya dengan logat Sunda yang khas.
            Kami pun segera meluncur. Menelusuri jalanan Bandung menuju Cianjur. Cuaca sore cukup cerah. Kami menikmati pemandangan indah sepanjang jalan. Sawah, gunung, pepohonan yang hijau. Ah, betapa sejuk di mata ! Obrolan dan candaan membuai waktu. Tak terasa kami telah sampai di kota Cianjur. Kendaraanpun berbelok menuju arah puncak. Lancar. Tak ada kemacetan seperti saat libur lebaran. Kami memasang mata. Mencari hotel bintang tiga, tempat kami menginap. Beberapa penginapan dan hotel telah kami lewati. Petunjuk-petunjuk arah telah kami pahami dengan baik. Gelap mulai menyelimuti alam. "Itu dia !" teriakku. Tulisan besar nama hotel di sebuah baligo terang menandai akhir perjalanan ini.  Kurang lebih satu meter di depan.
            Avanzapun memasuki pelataran parkir hotel. Jam berada pada pukul 19.30. Kami beranjak turun. Berjalan menuju lobi hotel. "Selamat malam !" Petugas lobi menyambut kedatangan ronbongan kecil ini dengan ramah. Kelegaan menyeruak. Aku menarik nafas. Segar. "Kami peserta pelatihan jurnalistik dari Bandung, Mas!" kata Yulia menjelaskan. "Oh, begitu. Chek innya baru besok siang, Mbak! Pukul 12 siang!" jawab petugas lobi. "Hah!" Guntur menggelegar. Kami melongo. "Tapi dalam surat tugas yang kami terima, chek innya malam ini. Pukul 19.30 !" ujarku. "Sebentar, Mbak!" balas petugas itu kalem. Dia pun beranjak ke meja belakang. Mengambil sebuah surat. Petugas lain mendatangi kami. "Ini suratnya!" Ia menunjukkan surat itu. Kami membacanya dengan perasaan yang tak jelas. Kacau tak menentu. Beda. Isinya beda. Surat yang ditik dengan rapi itu menyuruh chek in besok siang. Lunglai. Berbagai macam pikiran menyergap kepala. "Terima kasih, Mas!" kata Indri. Kami pun berjalan ke luar lobi. Keheningan menyergap. Tatapan mata para petugas hotel mengiringi perjalanan kami menuju Avanza kembali. Duduk. Bingung. Bruk ! Suara pintu Avanza yang ditutup mengembalikan kesadaran kami. "Suratnya tidak dibaca dulu ?" tanya Apih. "Suratnya mah benar. Chek in malam ini. Salah ketik mungkin, Pih!" Aneh !" kata Yulia pada suaminya. "Bagaimana dong nih ?" tanya Indri. "Pulang lagi ke Bandung?" tanya Apih lagi. "Wah, Jangan! Malu atuh sudah pamitan sama keluarga. Besok pastinya tidak akan bisa pergi lagi!" sergah Indri. "Kita cari makan malam aja dulu. Sambil mencari solusinya!" ujarku memberi masukan.
            Akhirnya, kami menyusuri kembali jalanan Cianjur tanpa tujuan yang jelas. Berbagai macam pikiran berkecamuk di kepala masing-masing. Kami berjalan ke arah puncak. Tak ada tempat yang cocok.  Setelah agak jauh, kembali ke arah Bandung. Kami menelusuri jalan sambil mencari tempat menginap. Hampir semuanya tak sesuai selera, selera kantong yang utama ( hehehe…). Akhirnya, kami istirahat di tukang baso. Setelah makan baso, kami menelusuri jalanan kembali. Muncul sebuah ide untuk kembali ke hotel tujuan awal. Kami menelepon. Berapa harganya ? sekitar tiga ratus lima puluh. Wow ! Acara pun batal. Kembali kami mencari tempat menginap yang lebih sesuai dengan ukuran saku kami. Tiba-tiba, aku melihat bangunan berderet putih mirip tempat kos-kosan. Kami pun menuju ke sana. Setelah menanyakan harga. Kami sepakat, malam ini tidur di sini, sedangkan apih kembali balik ke Bandung.
            Akhirnya, kami tidak terlantar. Setelah beberes, kami mengambil posisi tidur dengan rapi. Karena lelah, kami segera terpejam. Tiba-tiba… gempa…gempa…gempa ! Kami terjaga. Dua temanku merasakan getaran hebat. Aneh, aku tidak merasakannya. "Pengaruh hp mungkin," jawabku. Mereka langsung loncat dari tempat tidur, bergegas keluar. Dengan malas, kuikuti mereka. Yulia membuka pintu kamar. "Kang, aya gempa, tsunami?" tanya Yulia pada penjaga penginapan. "Oh, bukan neng. Di sini biasa seperti ini, kalau ada kendaraan besar seperti bus atau truk, pasti bergetar seperti gempa! jawabnya kalem. Hahahaha…. Sontak kami tertawa terbahak-bahak. Ada-ada aja ! Begitu dahsyat efek tsunami bagi manusia yang hidup. Jauh dari laut aja masih ingat sama tsunami, apalagi yang tinggal di daerah pesisir ya ?! Sampai jauh malam kami membahas pengalaman lucu ini. Akhirnya tetidur pulas.

RENUNGAN


MELAWAN KORUPSI
                                                                                                                        BY ARUNDINA
            Masalah korupsi masih menjadi perbincangan hangat di tanah air ini. Tertangkapnya Nazarudin semakin memperpanas masalah yang satu ini. Apalagi setelah istri almarhum Adjie Masaid dijadikan sebagai tersangka. Kasus korupsi semakin panjang.
            Apakah kita akan terus memperpanjang tindakan korupsi ini sampai akhir zaman? Tidak ! Kita harus mengikis habis tindakan yang sangat merugikan rakyat banyak ini. Secara terpadu dan bahu- membahu seluruh rakyat Indonesia harus melawan perbuatan ini. Jika tidak, bisa-bisa negara yang kaya raya ini akan terpuruk dalam jurang kemiskinan yang dalam.
            Awal perlawanan terhadap korupsi ini harus dimulai dari diri sendiri. Kita harus mulai meredam nafsu, khususnya nafsu terhadap harta. Jika mengamati para tersangka pidana korupsi, misalnya Nazarudin, kita bisa melihat kehidupan mewah yang melingkupinya. Rumah, mobil, rekreasi mewah, uang dan lain sebagainya. Sangat bertolak belakang dengan kehidupan rakyat kecil, seperti dalam acara Jika Aku Menjadi yang ditayangkan sebuah televisi swasta. Mereka harus berjuang sangat keras demi sesuap nasi. Ironi sekali !
            Oleh karena itu, kunci utama ada pada diri kita sendiri. Kita harus mampu menahan godaan duniawi. Kehidupan dunia adalah kebutuhan manusia, tapi kita harus berusaha sekuat tenaga untuk tidak diperbudak oleh dunia, oleh harta. Koruptor adalah orang yang diperbudak oleh harta dunia. Mereka selalu haus akan harta yang sifatnya hanya kesenangan semu. Mereka selalu mengejar-ngejar dunia yang tak pernah ada habisnya. Menurut saya, hal inilah yang menjadi landasan dasar mereka melakukan tindakan korupsi. Kehausan akan harta menyebabkan mereka gelap mata. Uang Negara yang seharusnya untuk kepentingan bersama ( rakyat ), mereka sikat habis. Oleh karena itu, kunci utamanya adalah kita harus mampu mengendalikan diri, mengendalikan diri terhadap godaan harta dunia. . Seperti kata Nabi Muhammad, "Berhenti makanlah sebelum kenyang !"
            Hidup kita bukan hanya untuk harta, tapi hidup kita adalah untuk beribadah. Oleh karena itu, kita harus menanamkan pola pikiran ini dalam diri kita masing-masing. Jika semua orang berpikiran seperti itu, tentu masalah korupsi akan terkikis habis. Kita wajib mencari harta. Namun, harta itu harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan wajib kita. Setelah itu, kita pun diwajibkan untuk berzakat, bersedekah, menyantuni anak yatim, dan memberi makan orang miskin. Inilah cara mendasar untuk melawan korupsi. Mudah-mudahan di masa depan, korupsi tidak menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Indonesia ! Semoga.

                                                                        Inspirasi tulisan : MENELADANI ASKETIS NABI
                 Ditulis oleh Asep Salahudin ( wakil Rektor IAILM Pesantren Suryalaya Tasikmalaya )
                 Dimuat di harian Kompas edisi Sabtu, 4 Februari 2012

1/14/2012

MENGGUGAT INDONESIA


ULASAN PEMENTASAN TEATER W.S RENDRA : MASTODON DAN BURUNG KONDOR
MENGGUGAT INDONESIA
                        Setelah hampir 67 tahun Indonesia merdeka, ternyata masih banyak persoalan bangsa yang belum terselesaikan atau bahkan semakin parah. Kemiskinan, korupsi, konflik, provokator, kualitas pendidikan yang belum memuaskan dan lain sebagainya.
            Sungguh suatu ironi, Negara kita kaya tapi rakyatnya hidup miskin, semakin banyak yang hidup miskin. Banyak rakyat Indonesia yang bekerja tapi tidak memakmurkan. Kesejahteraan tampaknya hanyalah sebuah angan-angan. Bak burung kondor yang terbang ke langit, kesejahteraan itu semakin jauh bagi mereka yang tak punya pekerjaan. Semakin ironi saat kita memperhatikan, warga negara asinglah yang hidup makmur dengan kekayaan Indonesia. Ada apakah dengan Indonesia ?
            Pembangunan yang sudah berlangsung bertahun-tahun tidak membawa kemakmuran, tidak membawa perbaikan, tidak membawa perubahan apa-apa.  Korupsi semakin hebat, provokator yang tak berwujud semakin banyak, berbagai macam konflikpun semakin hebat. Banyak hal yang harus diperbaiki. Banyak hal yang harus dibenahi. Banyak hal juga yang harus diurus dengan penuh kesadaran dan kesungguhan agar Indonesia bisa lebih baik lagi di masa depan. Rakyatnya lebih makmur. Pemerintahannya semakin baik. Pengelolaan kekayaannya semakin professional.
            Pendidikan harus menciptakan manusia-manusia Indonesia yang berdaya. Berdaya memakmurkan diri, lingkungan,  bangsa dan negaranya. Pendidikan merupakan modal utama untuk Indonesia yang semakin maju. Negara membutuhkan sumber daya manusia yang baik, berkualitas, berilmu, cinta tanah air. Memang benar, Rakyat Indonesia harus dibangunkan. Dibangunkan dari kemiskinan. Dibangunkan dari kebodohan, Dibangunkan dari kemalasan. Dibangunkan dari ketidakberdayaan. Pendidikkanlah yang menjadi motor-motor penggeraknya. Pendidikan jangan sampai mematikan jiwa-jiwa manusia. Namun, sistemnya harus mampu menciptakan manusia-manusia Indonesia yang penuh daya. Berkualitas lahir dan batin.
            Pertunjukkan yang berlangsung selama tiga jam di Aula Sanusi Hardjadinata Universitas Padjajaran itu adalah sebuah hal yang menggugah kesadaran berbangsa dan bernegara. Menonton pementasan teater Mastodon dan Burung Kondor karya W.S Rendra adalah sebuah keberuntungan besar. Banyak inspirasi yang bermanfaat. Pementasan itu telah mampu membangunkan saya (mudah-mudahan juga banyak orang) untuk semakin teguh memberikan yang terbaik untuk Indonesia. Indonesia doesn'n need the world but the world need Indonesia ! Itulah pr untuk kita bersama.
                                                                                                Bandung, Jumat, 13 Januari 2012

SAM, KAU BUKAN KEKASIHKU


SAM, KAU BUKAN KEKASIHKU
                                                            KARYA : ARUNDINA

Auramu busuk
Di tubuhmu
 belatung berpesta pora
Pandangmu tak sedap
Menusuk mata
Mengecapmu
Memuakkan
Pergilah Sam !
Kau bukan kekasihku

NESYA


PUISI
NESYA
                                                            BY ARUNDINA

NASIBMU
TAK SECANTIK RUPAMU
ANAK-ANAK
MENGGEROGOTI DIRIMU
BAGAI VIRUS KANKER DALAM TUBUHMU
INVASI
KOMPLIKASI
AKANKAH KAU MATI,  NESYA ??!!
BERTAHANLAH
BERJUANGLAH
KAU, SEKUAT BAJA !!!

1/03/2012

BELAJAR DARI KOREA


BELAJAR DARI KOREA
BY ARUNDINA
            Menarik menonton film psikopat ala Korea. Film itu berjudul Psychic. Film ini berkisah tentang tokoh Kyu Nam Lim atau Manager Lim yang berusaha melawan seorang psikopat. Tidak seperti psikopat ala barat yang identik dengan pembunuhan sadis. Film Korea ini lebih mengedepankan kekuatan pikiran untuk mempengaruhi orang, sehingga orang-orang itu beraksi sesuai dengan keinginan sang psikopat. Bunuh diri, menangkap Kyu Nam Lim, menghalangi Kyu Nam Lim menghampiri sang psikopat dan lain sebagainya. Orang-orang yang dilihat oleh sang psikopat bagai kerbau dicocok hidung, terpedaya dalam pengaruh pikiran sang psikopat. Kyu Nam Lim berusaha keras untuk mencegah aksi-aksi tersebut.
            Bukan isi cerita yang menjadi bahan pembelajaran. Yang terpenting adalah rasa percaya diri bangsa Korea. Dalam film tersebut ada dua orang sahabat Kyu Nam Lim yang berasal dari luar negeri. Al Shavari dari Turki dan Bubba Evobonsha dari Ghana. Kedua tokoh sahabat ini menggunakan bahasa Korea secara fasih dalam melafalkan dialog-dialognya. Inilah pembelajarannya. Biasanya orang asing menggunakan bahasa Inggris dalam berdialog. Termasuk juga para pemain lainnya. Mereka beradaptasi dengan bahasa internasional tersebut. Namun, dalam film ini semuanya menggunakan bahasa Korea. Sungguh suatu keberanian dan kepercayaan diri yang sangat luar biasa ! Perlu kita tiru ! Dengan film, bangsa korea mampu menduniakan bahasa dan budaya korea. Terjadilah demam korea.
            Dengan film, bangsa Indonesia pun bisa menduniakan bahasa dan budaya Indonesia. Kita bisa membuat film-film bagus dengan latar budaya Indonesia dari sabang sampai merauke. Di samping itu, bahasanyapun tetap Bahasa Indonesia. Dengan film, kita bisa menunjukkan kekayaan budaya dan bahasa Indonesia. Kekayaan itu tidak akan berarti kalau hanya disimpan atau dibiarkan punah begitu saja. Film termasuk hal ( hiburan ) yang diminati oleh banyak orang di seluruh dunia. Ini pendapat saya lho ! Mungkin bisa dibuat survey untuk hal ini agar lebih terpecaya buktinya ! Film tidak mengenal batas wilayah. Film yang bagus bisa melanglang buana ke mana-mana. Tentunya hal ini harus pula ditunjang oleh promosi yang baik. Film Indonesia yang bagus bisa diikutsertakan dalam berbagai festifal film yang diselenggarakan oleh orang-orang di luar negeri, seperti Cannes, Dubai dan lain sebagainya. Kalau tidak salah, film Laskar Pelangi dan Negeri di bawah Kabut  pernah memenangkan penghargaan itu. Ini merupakan modal awal yang bagus betapa film-film Indonesia telah diapresiasi oleh pihak luar dengan sangat baik. Kini, bangsa Indonesia sendirilah yang harus menindaklanjuti kemenangan tersebut agar menjadi lebih mengglobal.
            Kita bisa belajar dari Korea. Kita bisa  mengenalkan, mengembangkan, melestarikan dan memberdayakan bahasa, budaya, music dan nilai-nilai yang ada di Indonesia ini melalui film. Pemberdayaan yang bernilai ekonomis tersebut akan membentuk kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kekayaan budayanya. Ternyata budaya dan bahasa Indonesiapun bernilai jual, mampu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Inilah salah satu factor penghalang ( pengantisipasi ) musnahnya budaya Indonesia. Melalui film, kita bisa menyebarluaskan kekayaan budaya Indonesia itu agar dikenal oleh masyarakat Indonesia dan dunia. Dengan demikian, kita bisa mencegah terulangnya pengakuan budaya Indonesia oleh negara lain. Dengan film juga, mudah-mudahan akan semakin banyak kekayaan budaya Indonesia yang diakui oleh dunia Internasional dan dipatenkan sebagai milik bangsa Indonesia! Semoga film-film bertema dan berlatar budaya Indonesia semakin berjaya di dunia internasional!

Featured Post

Liburan Murah Meriah Ke Cicalengka Bandung

  Halo sobat yayauarundina.com – Sering, kita berpikir ribet dan butuh dana besar untuk mengisi liburan. Ternyata, ada nih liburan murah me...