4/29/2016

CHICO JERICO : ANTARA ORANGE DAN KARTINI

         

         Pertama kali mengenal artis ini tentunya melalui televisi. Dari Wikipedia, sinetron Cinta Bunga membuat namanya mulai dikenal orang. Kemudian, dia berteman baik dengan artis Laudya Cyntia Bella. Namun, kemudian berpisah. Setelah itu, kabar yang terdengar makin santer melalui permainan aktingnya yang memukau. Hampir setiap saat muncul dalam berbagai judul film yang beredar di Indonesia. Sebut saja Lawang Sewu, In The Name of Love, Cahaya dari Timur: Beta Maluku, Seputih Cinta Melati, Surat dari Praha, A Copy of Mind, Filosofi kopi, Negeri van Orange dan terakhir dalam Surat Cinta untuk Kartini. Dua film terakhir itu yang menggelitik hati ini untuk menulis tentang artis yang semakin berkilau ini. Bagaimana ?
            Dalam film Negeri van Orange, Chico berperan sebagai Geri. Mahasiswa Indonesia tajir yang kuliah di Belanda. Ketajirannya itulah yang amat bermanfaat bagi kawan-kawannya yang lain, mahasiswa Indonesia yang kuliah di Belanda juga. Wicak, Daus, Banjar dan Lintang. Minimal tiga mahasiswa yang serba pas-pasan itu bisa menikmati rokok keretek yang terbilang mahal dan langka saat cuaca badai. Bagi Lintang, Geri merupakan cowok yang paling mengerti perasaannya dan membuatnya merasa nyaman. Sayang, sesuatu yang ganjil ada padanya.

            Sebaliknya, pada film Surat Cinta untuk Kartini, Chico berperan sebagai Sarwadi. Seorang tukang pos, yang sering mengantarkan surat untuk Kartini. Bagai bumi dan langit.  Geri dan Sarwadi memiliki dunia yang berbeda. Sarwadi merupakan orang desa yang sederhana. Duda beranak satu. Sebagai orang desa tak layak baginya mencintai Ndoro Kartini, anak bupati. Namun, cinta tak mengenal kasta. Diam-diam ia mencintai Ndoro Ajeng Kartini. Demi menyamakan kasta, ia mengubah namanya menjadi Sarwadi Putra Raja Langit. Lucu, ya ?
            Dua dunia yang berbeda mampu ditunjukkan oleh Chico dengan sempurna. Geri yang tajir dan misterius diperankannya dengan baik, ditunjang oleh berbagai fasilitas yang mendukung. Sebaliknya, Sawardi yang sederhana juga mampu dilakonkan oleh Chico dengan sempurna. Ekspresi wajah wong ndeso sempurna sekali ditunjukkan saat closeup. Pun demikian dengan sikapnya yang kumincir (tingkah laku saat orang jatuh cinta = Bahasa Sunda ). Aduh bener-bener bikin greget, geli dan sukses bikin ngakak ! Mungkin gak ya, saat melakoni ini, dia peras perasaannya habis-habisan saat jatuh cinta pada Bella ?
            Kedua tokoh ini memiliki tantangan tersendiri. Sebagai Gery, Chico harus berperan sebagai gay, walaupun porsinya tidak besar. Menurut saya, tokoh ini bisa bikin Chico dicaci maki orang seantero jagat. Dibenci seumur-umur. Diprotes keras. Kejadian gak, ya ? Sedangkan pada tokoh Sarwadi, dia harus jadi bapak. Dalam memerankan tokoh ini, saya merasa aneh gitu. Cocok gak ya, dia jadi bapak ? Bapak yang lebih sering diingatkan anak perempuannya. Setahu saya, gak ada peran bapak di sini. Entahlah. Bahkan, bapak Chico ini juga justru memanfaatkan anaknya agar bisa lebih dekat dengan Ndoro Kartini. Saat pahlawan wanita itu mempunyai ide untuk mendirikan sekolah bagi perempuan jawa, maka Sarwadi membawa anaknya untuk jadi murid Sang Pujaan hatinya.   Tragisnya, saat sang anak mulai suka belajar dan cintanya kandas, Sang Bapak justru menentang sikap baik tersebut. Sang Bapakpun memberikan kebingungan pada anaknya, saat mendengar isu Kartini dilamar orang. Dia jatuh sakit yang aneh. Ah, cinta memang seringkali membuat orang irasional ! Peran bapak yang diperankan oleh Chico justru lebih terlihat pada film Cahaya dari Timur : Beta Maluku. Di film ini, Chico memperlihatkan interaksi seorang ayah dan anaknya. Memangku anak perempuannya. Lalu, konflik internal antara keluarga dan sepakbola menjadi penguatnya.
                        Dari segi pemeranan, Chico memang total mendalami karakter tokoh. Kedua tokoh yang bertolak belakang itu mampu dibawakannya dengan baik. Kaya-miskin mampu diperlihatkan Chico tanpa cacat. Dia tampaknya mampu menyelami seluk-beluk Gery dan Sarwadi dengan detil. Dengan demikian, kita bisa mendapatkan tontonan akting yang memukau, tak membosankan dan mampu mengimajinasikan karakter keduanya dengan baik. Kedua tokoh itu menjadi hidup di tangan Chico. Gerry yang misterius dan Sarwadi yang keras kepala, ingin mendobrak kasta. Juara memang. Layak jika Chico dapat penghargaan. Mudah-mudahan film ini mampu memberikan penghargaan berikutnya selain Cahaya dari Timur : Beta Maluku. Dalam film tersebut, Chico berhasil menyabet Pemeran Utama Pria Terbaik 2014.


2 komentar:

Featured Post

Dua Puisiku di Bulan September

                                                                                    Peristiwa Sumber Inspirasi                              ...