Tampilkan postingan dengan label KULINER. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KULINER. Tampilkan semua postingan

10/28/2018

BOTRAM ASYIK DI PUCUK COOLINARY FESTIVAL BANDUNG



Hai para pecinta kuliner,
Selama dua hari, Sabtu – Minggu, 27-28 Oktober 2018, wargi Bandung dimanjakan oleh Mayora, khususnya Teh Pucuk Harum. Perusahaan ini mengadakan acara khusus berupa sebuah festival kuliner terbesar di Jawa Barat. Mengapa ? Karena di sini, ada lebih dari 100 tenan yang ikut memeriahkannya. 108 tepatnya. Ada berbagai jenis makanan enak dan favorit hadir dalam acara ini. Semuanya di bagi dalam tiga zona. Gurih. Manis. Dan pedas. Jadi, kita bisa bebas memilih makanan sesuai dengan selera kita masing-masing. Oleh karena itu, tema yang diangkat adalah Temukan Rasa Favoritmu. Di sini, kita bisa makan-makan ditempat sambil botram di area yang disediakan. Acara dengan tema yang menarik ini semakin mengukuhkan Bandung sebagai kota tujuan wisata kuliner. Asyek yah.

Tempat makan yang asyek sambil kumpul-kumpul dengan keluarga, sahabat atau pacar

10/13/2018

MELEPAS RINDU PADA KULINER LEMBANG



Pasar Buah Lembang
Lembang, entah berapa tahun kutinggalkan kota wisata di Bandung Utara ini. Dulu, kami sering datang dan menginap di rumah teman. Selain itu, sering juga datang ke beberapa tempat wisata yang ada di sini. Floating Market, Air Terjun Maribaya, D’Ranch. Dan yang paling kusuka adalah berburu kuliner.

5/21/2018

BUKBER DI THE FOOD OPERA BANDUNG


Ramadhan selalu punya cerita-cerita yang menarik. Kisah inspiratif, pengalaman masa kecil, suka duka puasa, kegiatan-kegiatan selama puasa. Juga yang paling populer adalah cerita ngabuburit dan buka puasa bersama atau bukber. Inilah budaya Ramadhan yang ada di Indonesia, betul? Nah, kali ini aku ingin bercerita tentang bukberku di The Food Opera Bandung.

5/02/2018

WAROENK IDEA TEMPAT NONGKRONG ASYIK DI BANDUNG


Hai Sob,
Kalian masih senang kan jalan-jalan ke Bandung? Semakin hari, semakin banyak saja orang menciptakan magnet untuk ke Bandung. Berbagai macam daya tarik wisata semakin bermunculan, apalagi kulinernya. Wah semakin banyak tempat asyek untuk icip-icip atau makan-makan di Bandung.

Nongkrong Asyek
View BAndung Timur di sore hari

3/25/2018

NYABU BERJAMAAH DI ROYAL KASHIMURA JAPANESE SHABU DAN BBQ BANDUNG


“Oe kasih murahlah buat ente mah.”“Ka tatangga kudu bageur atuh.”
Itulah dialog kecil yang terngiang kembali saat dulu sering berbelanja ke Kacung, grosir sembako yang ada di dekat rumahku. Aku jadi teringat pada pemiliknya. Pada Engko yang bertubuh mungil tapi energik. Istrinya dan juga anak-anaknya yang ramah. Setiap berbelanja mereka senantiasa ngobrol dan menanggapi keluhan-keluhan kami, bahkan juga sering memberikan tips kesehatan ala negeri tirai bambu.
Bagian depan resto Kashimura Shabu

2/11/2018

PEDASNYA TUTUT RENDANG

          
Ini Dia Masakan Tutut
          Ada yang tahu makanan bernama Tutut? Istilah lain untuk Tutut adalah Keong sawah atau Kreco. Orang Sunda menyebutnya Tutut. Binatang yang mirip dengan bekicot ini biasa hidup di sawah atau danau. Perairan dangkal yang berlumpur, berair dengan aliran yang lemah, juga ada rerumputan. Dulu, saat kecil, saya bersama para sepupu selalu mencari tutut di sawah yang ada di dekat rumah. Menggunakan sendok yang diikat pada bilah bambu panjang. Lumayan dapat seperempat kg sebagai hadiah untuk mamah. Mamahku paling jago mengolahnya, sehingga kami menyukainya. Biasanya, Mamah mengolah tutut ini dengan bumbu kuah kuning. Hmmm… sedap sekali!.
          Nah, tujuh purnama kemudian, saat kami bersantai-santai di ruang kerja, temanku mendapatkan penawaran menu tutut melalui WA. Aku yang kangen pada tutut ini segera ikut daftar memesan. Masakan tutut memang termasuk jarang sih sekarang ini. Sawah sudah banyak yang hilang. Atau kalaupun ada yang jualan, rasanya tidak seenak buatan mamahku. Selalu tercium bau lumpur dan bikin mual. Aagghhrrr…..

Kemasan Tutut yang Menarik

          Saat menerima pesananku itu, aku takjub juga dengan menu tutut ini. Teh Eka yang mengolah dan menjual Tutut ini, ternyata telah berkreasi dengan hewan sawah ini. Tak lagi berkuah kuning seperti dulu, tapi sudah mmadukannya dengan berbagai rasa. Ada tutut original, rendang, sambal ijo, dan sebagainya. Wow keren deh! Nah, aku memilih tutut rendang.
          Dicicipan pertama, aku langsung jatuh hati. Enak, tidak bau lumpur, bumbunya harum, meresap dan ah pokoknya rasanya juara, kecuali pedasnya yang kutaksuka. Lain kali, aku harus pilih yang original agar tidak panas bibir dan perutku ini.

Next time, pilih Tutut Original

Kandungan Gizi pada Tutut
Mau tahu kandungan gizinya ? Ini dia. Hasil Googling dari Wikipedia, Halo Sehat dan Khasiat.co.id.
1.  Protein = 16-50%
2.  Kalsium = 217 mg
3.  Air = 81 gr (per 100 gr)
4.  Tinggi vitamin ( A, E, Niacin, Folat )
5.  Omega 3
6.  Omega 6
7.  Omega 9
8.   Rendah gula

Manfaat Tutut
Tutut juga memiliki beberapa khasiat penting untuk kita.
1.  Sumber protein dengan harga yang murah
2.  Mengatasi kerontokan rambut karena kandungan omega 3
3.  Membantu perkembangan otak karena ada omega 6
4.  Meminimalisir kolesterol jahat dan kuman karena adanya omega 9 dan rendah lemak
5.  Membantu regenerasi sel
6.  Obat berbagai penyakit, seperti: magh, liver, kolesterol, wasir, diabetes, jantung, jerawat, TBC, dan anemia.

Takut dengan bahaya tutut ?
Dari sumber yang sama diperoleh juga ada bahaya makan tutut. Karena tempat hidupnya, maka tutut rentan menjadi tempat berkembang biaknya berbagai jenis cacing. Nah untuk mengatasinya, ada cara pengolahan yang harus kita lakukan saat memasaknya. Ini dia langkah-langkahnya:
1.   Rendam tutut dalam air garam dan perasan jeruk lemon.
2.   Buang bagian runcingnya.
3.   Cuci bersih di bawah air mengalir.
4.   Rebus hingga matang atau mendidih dalam suhu 100 derajat.
5.   Jangan diolah menjadi sate, karena masakan ini menyebabkan daging tutut tidak matang sempurna.
Nah, dengan cara pengolahan seperti itu, kita bisa menikmati tutut dengan aman dan dapat memperoleh manfaatnya yang luar biasa. Selamat bernostalgia dengan masakan Tutut!



1/18/2018

ICIP-ICIP KULINER YOGYA

Hayoook, ini apaaa ?

Masih tentang liburan nih, Sob. Liburan tanpa makan pan piraku yah. Mustahil hehehe…. Nah, kali ini, dalam perjalanan ke Yogyakarta ada beberapa kuliner yang kucoba. Seru juga berwisata kuliner, apalagi tanpa bantuan Google Maps eh informasi acuan. Acuannya hanya panggilan alam dari perut kami yang sudah minta diisi. Selama dua hari perjalanan, ada beberapa makanan yang kami coba. Salah satunya benar-benar surprise. Mau tahu ? Ini dia makanannya.
1.     Soto Daging
Dalam perjalanan dari Bandung ke Yogyakarta, perut kami keroncongan. Kami mulai perjalanan saat menjelang tengah malam. Hanya sempat makan dua suap saja. Oleh karena itu, setelah agak siang dalam perjalanan, perutpun keroncongan. Ah, rasanya tak ada tempat makan yang menarik. Saya mengusulkan untuk makan di House of Raminten saja. Namun, untuk sampai ke kota Yogyakarta masih sekitar 1,5-2 jam perjalanan. Mungkin tambah lama dengan banyaknya stopan lampu merah. Jadi, kami mencari saja di jalan yang kami lewati.
Nah, pada satu titik, kami menemukan tempat makan yang lumayan menarik dan bisa parkir mobil. Maka, kamipun singgah di sana, Sekitar Wates kalau tidak salah.
Nah, menu yang ada di sana cenderung tunggal. Soto daging dan daging goreng. Maka, kamipun memesannya. Saat icip, rasanya seperti daging sapi diguyur air panas hehehe… Tak ada bumbu apapun, kecuali kecap manis dan sambal. Hehehe…. Tapi lumayanlah, perut kami sudah terisi makanan hangat. Jadi kepala tak pusing-pusing lagi. Harga seporsi sekitar Rp 15.000,-

2.     Gudeg Yu Djum
Makanan kedua yang kami icip adalah Gudeg Yu Djum. Lumayan banyak juga pengunjungnya. Kami menikmatinya sepulang dari candi Prambanan. Letaknya ada di jalan raya Solo Yogya. Tak jauh dari tempat kami menginap. Lokasi utama ada di daerah Kaliurang.
Inilah gudeg juara yang saya rekomendasikan untuk disantap oleh para pecinta kuliner dan para pelancong yang datang ke Yogyakarta. Nasinya hangat, wangi dan enak. Gudegnya kering. Rasanya manis dan gurih. Lauk lainnya adalah kerecek yang lumayan pedas bagi kami yang tak suka pedas. Telor pindang. Hidangan lainnya seperti ayam sudah laris manis. Dengan rasa yang pas di lidah, tak heran jika hidangan di sana cepat habis, padahal baru sekitar pukul tujuh malam.
Harganyapun ringan di kantong. Mulai dari Rp 10.000,-  – Rp 200.000,-. Yang termahal adalah gudeg lengkap dengan ayam satu ekor utuh.

3.     Walang Goreng
Inilah pertama kalinya kami mencicipi kuliner yang agak ekstrim. Hanya di daerah Gunung Kidul, kami menemukan walang goreng. Hampir sepanjang jalan kami menemui pedagang walang goreng. Ada yang tahu ? Walang itu tak lain adalah belalang atau simeut kata orang sunda mah.
Rasanya garing dan gurih. Menu ekstrim ini juga ternyata enak di lidah. Tak terasa satu toplespun habis dimakan rame-rame. Hingga kami tertarik untuk beli dua toples lagi sebagai oleh-oleh unik dari Yogyakarta.

Walang goreng

Pengolahannya sederhana. Diproses langsung di tempat. Belalang hidup dibersihkan, dibumbui dan langsung digoreng. Mirip seperti pengolahan ikan. Kami senang juga melihat proses pembuatannya. Unik dan menarik.
Harganya juga cukup murah sekitar Rp 25.000,- per toples. Cobain deh. Tak lengkap rasanya jalan-jalan ke Gunung Kidul tanpa mencicipi kuliner khasnya.

4.     Bakmi Godhok

Bakmi Godhog Bantul, ueenaak tenaaan

Nah, menu ini juga khas daerah Yogyakarta. Kalau tak salah khas daerah Bantul. Dalam perjalanan pulang ke Bandung, kami menemukan Bakmi Bu Mitro di jalan Wahid Hasyim, Bantul Yogyakarta. Sekitar 10 menit dari Taman Paseban. Rasanya lebih enak dari bakmi godhok yang pernah saya cicip di Cimahi. Hangat dan bumbunya pas. Apalagi ditambah suwiran ayam kampung. Pastinya sedap banget.
Di sini, ada juga menu nasi goreng, bakmi goreng, soto dan baso. Warung sederhana ini mampu memberikan rasa yang ngangenin, khususnya untuk bakmi godhognya. Menu khusus yang menjadi perburuan kami.
Harganyapun termasuk ringan. Sekitar Rp 10.000,- per porsi. Nikmat di lidah dan nikmat di kantong. Hahaha….
Warung bakmi yang sedehana dan gerobaknya
 
Ini mereknya. Ingat-ingat yah

5.     Kopi Jos
Nah, ini dia minuman yang paling membuat saya penasaran abis. Sudah sejak lama, saya mendengar minuman khas Yogyakarta ini. Dan, sudah sekian rencana gagal untuk mencicipinya.
Setelah sekian purnama, barulah di akhir tahun 2017, saya bisa mencicipi kopi jos ini. Enak dan unik. Kopi hitam dengan ekstra arang. Sebagai penyuka kopi, ini rekomendasi juga buat yang lain. Dengan catatan jangan terlalu manis, karena saya sudah manis. Ceilaaaah. Hahahaha….
Sambil menikmati keramaian jalan Malioboro dengan segala kekhasannya, kami ngariung ditemani beberapa kuliner angkringan. Nikmat tenan.


Nah itulah hasil wisata kuliner kami. Semoga bisa memberikan informasi saat kalian jalan-jalan ke Yogyakarta. Yuk, liburan dan kuliner lagi !

12/24/2017

MADINAH CAKE KULINER CANTIK DARI BANDUNG

Aneka Rasa Madinah Cake
Wisata Kuliner Baru di Bandung
            Salah satu tujuan wisata kuliner di Jawa Barat ya pastinya Bandung dong. Entah mengapa orang - termasuk saya sendiri - selalu merasa enak kalau makan-makan di Bandung. Bawaannya selalu pengen makan terus, apalagi saat musim hujan. Ngemil mungkin menjadi salah satu kewajiban hehehe … ( lupakan diet ). Lidah orang Bandung itu juara. Bisa menentukan makanan yang enak dan tidak enak.


                Nah, karena hal itulah mungkin yang menjadi faktor pendorong tumbuh suburnya kuliner di kota Kembang ini. Hampir setiap saat, selalu ada makanan-makanan baru yang bermunculan, baik tradisional maupun makanan kekinian. Makanan dengan variasi baru atau inovasi-inovasi kreatif. Yang sedang ngetren di bulan-bulan ini adalah para artis yang membuka gerai kue. Pastinya kalian sudah hapal benar siapa mereka dan apa kuenya, betul  kan ?

Rasa Blueberry Cheese

5/29/2017

GOMBAL ASAP: MAKAN IKAN ENAK

Obrolan Bu Gombal dan Makmin KEB di Gombal Asap (dok.pribadi)

GOMBAL ASAP
Menu Gombal Asap( dok pribadi)
            Bagi yang suka kuliner, ada tempat baru untuk dijajagi nih. Namanya Gombal Asap. Nah lho, kamu sering digombalin pacar ? Ah, tapi yang ini beda. Bukan rayuan gombal. Tapi, Gombal ini merupakan akronim. Sego Sambal. Bagi yang suka makan ikan dan sambal, ini tempat yang sangat cocok untuk kamu. Letaknya di halaman Gudeg Banda, jalan Taman Cibeunying Selatan no 33 Bandung. Dekat dengan terminalnya bis Bandros. Atau di belakang Gedung Sate.
Ini seperti makan ala pecinta alam. Biasa di atas daun pisang, ini di atas meja (dok.pribadi)

10/17/2016

SANGKURIANG

Membaca kata itu, pikiran kita akan teringat pada sebuah cerita legenda, asal-usul gunung Tangkuban Perahu. Seorang anak yang mencintai ibu kandungnya sendiri, Dayang Sumbi. Dia berniat menikahi wanita tersebut dengan syarat harus membuatkan sebuah perahu sebelum muncul fajar. Namun, usaha itu gagal dan Sangkuriang menendang perahu buatannya yang belum sempurna hingga terbalik. Lalu, jadilah gunung Tangkuban Perahu.
Entah apa maksudnya, pemilik restoran ini menamai tempat makan ini dengan nama Sangkuriang. Karena terletak di wilayah gunung Tangkuban Perahukah atau berada di Tatar Sunda ? Entahlah ! Hanya beliau yang tahu. Yang jelas, ketika berkunjung ke tempat ini tak ada jejak Sangkuriang sama sekali. Interior dan eksterior tempat makan ini tak ada penampakan Sangkuriang sama sekali, bahkan cuplikan cerita itu juga tak ada. Pun dengan menunya.
Salah satu pintu masuk
Resto Sangkuriang ini terkenal dengan olahan ikannya yang enak. Ikan Subang, lho ! Sedapkan, pastinya. Menu spesialnya adalah sup ikan. Ada bermacam-macam. Kami memilih sup ikan Gurame. Wah, mantap ! Tak ada bau amis sama sekali. Jadi, kami bisa melahapnya sampai tandas ! Bumbunya sederhana tapi rasanya maknyus. Selain itu, pilihan menu makan siang kami pada hari Minggu kemarin adalah : gurame goreng, ikan mas kacolo, dan ikan nila bumbu saos padang.
beberapa menu makan siang

menu spesial: sop ikan gurame
Bagi yang tidak suka ikan, ada pilihan lain. Ayam goreng. Aneka olahan cumi dan udang. Tak ketinggalan juga aneka sayuran: kangkung, jamur, karedok, leunca dan lain-lain. Tinggal memilih deh menu yang paling favorit menurut versimu masing-masing.
Minumannya pun beragam pula serupa dengan restoran lain, jeruk, kelapa muda, stroberi, kopi dan sebagainya. Sayangnya, saat itu, karena lagi ramai, kami kehabisan banyak pesanan minum. Jeruk dan kelapa muda. Namun, makanan yang telah kami nikmati tidak sampai meleg (tersangkut di tenggorokan = Bahasa Sunda ). Karena restoran telah memberikan air teh seteko penuh buat rame-rame. Asyik, kan ?
welfie dulu ah
Untuk menikmati makanan-makanan tersebut, kita bisa memilih tempat. Lesehan atau kursi. Lumayan cukup banyak tempat lesehan, besar dan kecil. Sambil duduk lesehan, kita juga bisa memberi makan ikan yang berenang-renang di balong ( kolam ikan = Bahasa Sunda ).  Anak kecil pasti suka melakukannya. Bagaimana yang dewasa ? Seru juga ! Apalagi kalau datang ikan berukuran jumbo berwarna kuning. Wow deh ! Selain itu, kita bisa juga menikmati alam khas tatar priangan. Balong. gunung dan pesawahan. Adem dan tentram banget deh. Di sini, mata, perut dan hati pasti kenyang.
cuci mata :  pesona alam tatar priangan
balong
Sangkuriang resto ini terletak di pinggir jalan raya Subang – Bandung, tepatnya di daerah Cijambe.  Kalau dari arah Bandung, sebelum rumah makan Abah. Setelah Gracia dan Ciater. ( tempat berendam air panas ). So, bagi yang kepincut tinggal menelusuri jalanan menuju kota Subang. Lirik-lirik dikit. Dan tangkaplah nama restoran Sangkuriang. Selamat berwisata kuliner yah ! Pulangnya jangan lupa beli oleh-oleh nanas madu atau aneka olahan nanas : dodol, keripik, sirup dan aneka oleh-oleh lainnya. Pokoknya maknyuuusss !

5/21/2016

WISATA KULINER : KAMPUNG CIREUNDEU CIMAHI

           

            Cimahi selain sebagai kota militer, selama beberapa tahun belakangan ini juga memiliki tempat wisata yang unik. Di sudut selatannya terdapat sebuah kampung yang sering menjadi tempat kunjungan khusus. Kampung itu adalah Cireundeu yang terletak di daerah Leuwigajah ( jalan Kerkof ) Cibeber Cimahi Selatan. Tempat ini terasa unik karena masyarakat adatnya (bukan kampung adat, ya).
            Masyarakat adat Cireundeu memiliki kebiasaan yang unik, yaitu makanan pokoknya adalah singkong ( Sampeu = Bahasa Sunda ). Singkong tersebut dijadikan beras . Mereka menyebutnya sebagai Rasi ( Beras Singkong ). Jadi, sehari-hari masyarakat adat kampung Cireundeu itu selalu memakan beras singkong sebagai makanan pokoknya. Salah seorang tokoh muda di sana, Kang Yana mengatakan bahwa ia tidak tahu rasa beras padi. Karena kemanapun dia pergi, selalu memakan beras singkong. Teman saya yang orang Jawa bilang, katanya mirip tiwul, hanya rasanya tawar. Itulah keunikan kampung Cireundeu. Rasi ini bisa dipadukan dengan lauk-pauk yang lainnya. Hmmm maknyusnya !

1/10/2016

LIBURAN MURAH MERIAH : BACK TO NATURE



Entah sudah berapa lama, aku menikmati kehidupan modern. Penerangan listrik tanpa henti. Komputer. Ponsel Pintar. Internetan. Televisi. Kendaraan. Juga hal-hal lain di dunia ini yang sudah melarutkanku dalam perjalanan kehidupan yang terasa sangat cepat. Malam segera berganti pagi, siang, sore dan malam kembali tanpa jeda. Rutinitaspun tak kalah bersaing untuk mengambil bagian di dalamnya. Dari tahun ke tahun berjalan seiring perputaran roda zaman. Begitulah kehidupan di abad ini. Apakah manusia berubah menjadi robot ? Tentu saja, kuberharap tidak terjadi seperti itu. Manusia modern tetap punya hati nurani.
            Tanpa diduga, perputaran waktu terjadi secara mendadak. Tanpa disangka sebelumnya dan tidak sesuai dengan rencana semula. Di detik ini, aku kembali ke masa silam. Lorong waktu.
            Siang itu, sehabis dhzuhur, rombongan kecil kami, para srikandi menyusuri jalanan menjauhi perkotaan. Ya, siang itu terjadi anomali. Orang lain berbondong-bondong ke pusat kota atau tempat keramaian untuk perayaan tahun baru. Kami justru menjauhi kota. Menjauhi keramaian. Back to Nature. Kembali ke kampung. Kampung halaman salah seorang srikandi. Liburan murah meriah.
            Secara perlahan, suasana kota berganti suasana pedesaan. Gedung-gedung tinggi serta pertokoan berganti rumah-rumah biasa dan pasar tradisional. Hutan beton secara bertahap berganti menjadi hutan asli yang hijau. Aneka pepohonan yang menghiasi jalan. Pohon buah. Pohon pinus. Kebun teh. Secara bergantian muncul disertai dengan kekhasan suasana kampung. Sekali-kali kutemui rumah panggung, tempat tinggal khas orang sunda. Mobil satu per satu mulai menghilang. Mobil orang kotapun bereinkarnasi menjadi angkutan khas pedesaan. Gaya perlente juga berubah menjadi gaya bersahaja.
            Perlahan tapi pasti, mobil kami menjadi penguasa tunggal jalanan. Hanya sekali-kali berpapasan dengan motor atau angkutan pedesaan. Keramaian berubah sunyi. Perkampungan berganti pepohonan yang menemani. Selama beberapa waktu, kesunyian itu menjadi penghias perjalanan kami. Hanya celoteh dan candaan kamilah yang sedikit memberi warna keramaian. Di luar, hanya pohon-pohon membisu yang berlari berkejaran.
            Menjelang tempat tujuan, sedikit hiasan kota mulai mewarnai. Supermarket kecil ada, kami temui. Sedikit memberi kelegaan. Dindingnya yang putih bersih terasa kontras dengan suasana kampung yang identik dengan kemuraman. Kemodernan juga muncul dengan berdirinya sebuah kantor telekomunikasi kecil di sudut jalan. Mobilpun segera berhenti. Telah sampai pada persimpangan. Tamanjaya dan Bunijaya. Gununghalu Cililin. Kabupaten Bandung Barat. Kami menunggu kabar selanjutnya dari tuan rumah.
            Tak sampai sejam, kabar itupun datang. Selanjutnya, petualangan di kampungpun dimulai. Mobil merah yang kami gunakan tak bisa terus mendampingi sampai rumah tujuan. Harus ditinggalkan di sebuah balai desa. Berikutnya ? Hipa handre… handre… eng… ing… eng… kami beriringan menggunakan ojek menuju rumah Bapak H. Sodikin di Tamanjaya.
            Setelah sekian lama kutinggalkan, aku berjejak lagi di kampung. Jalanan berbatu besar dan kasar mulai kujejaki. Pohon-pohon awi (bambu) mulai menyapa. Jalanan tanahpun tak mau kalah. Ada kubangan-kubangan besar dan cukup dalam di beberapa tempat. Naik turun. Mesin-mesin perontok bukit belum menjamah daerah ini.
            Jika di kota, yang kutakutkan adalah kecelakaan mobil. Di sini, di kampung, yang kutakutkan dalam perjalanan ini adalah jatuh terjerembab dari ojek atau terbanting masuk lembah di pinggir jalan. Kaki terbakar knalpot panas dan tubuh penuh lumpur coklat. Aib nasional.
Hal lain yang bikin sport jantung adalah saat mobil angkutan desa (bak terbuka) datang dari arah berlawanan. Jalan cukup kecil. Hanya untuk satu mobil. Kami bertemu di belokan. Mobil itu mengalah mundur dan menepi. Kami menyisiri pinggir jalan dengan lembah di sisi kiri. Alhamdulillah mulus. Papasan terlewati dengan sempurna dan selamat. Tantangan lain adalah mobil mulus bisa ringsek akibat antukan batu besar di sepanjang jalan. Makanya si merah dijegal di balai desa. Untuk sampai di rumah Pak H. Sodikin hanya mobil pedesaan atau mobil yang tinggi. Bisa melebihi tonjolan-tonjolan batu besar di jalan yang bisa terus menemani.
            Setelah melewati, jalanan kampung, akhirnya, kami sampai di tempat tujuan. Sebuah rumah sederhana menghadapi pesawahan dan perkebunan teh. Asri. Sejuk. Tentram. Bersih. Perpaduan rumah desa dan sedikit kota. Rumah kayu dengan teras keramik.
            Suasana sore, memberikan banyak udara segar dan kesejukan di mata. Buah sirsak dan lemon menghiasi halaman. Tangan dingin sang mpunya rumah memberikan kesuburan pada aneka tanaman yang ditanam di tanah atau polibag bekas bungkus sabun dan sejenisnya. Halaman menjadi berwarna dengan aneka tumbuhan dan bungkus-bungkus bekas yang berwarna-warni.

            Memasuki rumah, terasa suasana yang berbeda. Biru berpadu kuning, sungguh serasi dipandang mata. Rumah kayu itu juga berlantai kayu yang terawat bersih. Memberikan kehangatan di tengah cuaca dingin.
            Bagian yang paling menarik adalah dapur. Setiap pagi dan sore hari, kami selalu berkumpul di sini. Dua kali pagi dan dua kali sore. Bersantai-santai. Bercengkrama. Siduru sambil duduk di lantai kayu atau jojodog. Cahaya api menjadi incaran kami untuk menghangatkan diri. Di sinilah, kembali kutemukan hawu dan seeng yang sudah menghilang dari peradaban. 
Seeng dan Hawu
             Abu panas yang menumpuk seolah mengundang kami untuk ngabubuy sampeu atau hui. Sayang, kami luput membawa umbi-umbian tersebut. Sayang seribu sayang juga, tuan rumah juga sudah membelah sampeu untuk digoreng.
            Alhasil makanan kami selama di kampung itu adalah kopi. Opak. Kicimpring. Keripik singkong. Ulen. Goreng singkong. Gembel. Jagung rebus. Kadedemes. Lalab sambal. Tahu goreng. Opor ayam kampung. Asin peda. Petai dan jengkol. Dipadu dengan nasi putih atau nasi goreng. Hmmm… nikmat dimakan secara bergantian. Pagi, siang, sore dan malam hari. Lupakan diet ! Enaknya lagi, di sini bahan makanan dan bumbu berasal langsung dari kebun. Petik. Cuci. Langsung olah. Fresh from the oven. Gizinya masih terkandung sempurna. Sehat, kan ?
            Menu khas yang baru kurasakan saat libur tahun baru kemarin adalah gembel dan kadedemes. Gembel merupakan opieun ( kudapan ) yang terbuat dari aci ( sagu ) yang diolah menggunakan bumbu sederhana, garam dan masako ditambah air sedikit demi sedikit. Sekilas adonannya mirip cireng. Bedanya, gembel dimasak dalam bentuk terurai atau bubuk. Sedangkan cireng berbentuk persegi.
            Kadedemes merupakan salah satu lauk pauk sederhana yang terbuat dari kulit singkong. Kulit itu direndam air selama beberapa jam agar terasa empuk. Kemudian, dipotong-potong memanjang sepanjang telunjuk dengan lebar setengah sentimeter. Setelah itu, ditumis dengan menggunakan bumbu seperti: bawang putih, bawang merah, daun bawang, tomat, cabe, cabe rawit, garam, dan penyedap rasa. Sungguh menggoda rasa !
            Setelah makan dengan kadedemes inilah, pagi itu, sekitar pukul delapan pagi, kami melakukan perjalanan ke CurugMalela. Kembali berojeg ria. Pulang pergi.
            Liburan tahun baru ini terasa sangat berkesan dengan suasana yang berbeda. Nuansa kampung yang asri dan bersih. Walau kadang saat siduru, hidung kami digelitik bau hayam, jika pintu sebelah terbuka. Atau terkadang keriuhan cericit ayam mewarnai keheningan. Yup. Kolong rumah panggung ini dipadukan dengan kandang hayam, di sebagian rumah. Mirip longyam. Kandang hayam di atas kolam ikan (balong). Keriuhan lainnya adalah tingkah kucing yang selalu setia menemani siduru. Bahkan mengagetkan kami dengan meloncat ke para-para. Yang menarik lainnya adalah di sini, kami masih bisa mendengar suara-suara binatang, seperti tonggeret. Benar-benar ndeso.
Perayaan tahun baru kali ini terasa sepi. Hening bersahaja. Tanpa suara petasan dan kembang api yang sering memekakkan telinga. Hidup kembali seperti masa lalu tanpa fasilitas dunia modern. Tak ada sinyal yang kenceng. Tak ada komputer. Hanya suara radio yang setia mengisi waktu kami dari pagi sampai malam. Syahdu dengan lantunan ayat suci Al Quran dan ceramah pencerah hati dari ustad ternama. Kenikmatan dan refreshing yang berbeda. Hidup sejenak di kampung. Back To Nature.
Kami tinggalkan kemewahan dunia kota. Kami tinggalkan fasilitas listrik. Kami bereduksi dengan kebersahajaan kehidupan kampung. Menikmati hidup tanpa beban. Menanggalkan segala gundah di hati. Kembali pada kebersamaan. Ibu dan anak. Teman dan sahabat. Merajut dan merenda rindu. Kembali pada kedekatan hati yang telah usang dimakan keegoisan. Kesendirian menjelma kebersamaan. Kesepian beralih rupa dalam pertemanan. Kepiluan terobati keceriaan dan perhatian. Inilah liburan yang hakiki. Segar. Sehat lahir batin. Liburan yang murah meriah. Ringan di kantong. Back to nature. Kembali ke kampung. Kembali pada kesejatian dan kehakikian manusia. Manusia sebagai makhluk sosial dan berbudaya. Sungguh, indah terasa !

Kosa kata Bahasa Sunda :
1.      Siduru = memanaskan tubuh di perapian
2.      Jojodog = bangku kecil dan pendek sebagai tempat duduk dalam posisi seperti jongkok.
3.      Hayam = ayam
4.      Hawu = perapian = tungku
5.      Seeng = alat masak yang terbuat dari baja. Tinggi. Biasa digunakan untuk memasak nasi atau mengukus.
6.      Ngabubuy = salah satu cara memasak tradisional dengan jalan memasukkan bahan makanan ( sampeu dan hui ) ke dalam abu panas. Ditutup sedemikian rupa selama beberapa menit atau jam. Setelah matang, aroma khas akan mengundang selera. Bahan makanan tersebut terasa empuk dan kering.
7.      Sampeu = singkong
8.      Hui = ubi
           

Featured Post

Lembang: Pesona Rindu yang Tak Pernah Pudar

  Halo sobat yayuarundina.com – Lembang adalah pesona rindu yang tak pernah pudar. Terlalu banyak hal yang enggan untuk ditinggalkan. Berag...