Halo sobat yayuarundina.com –
Tahun 2023 bergulir hampir satu bulan. Namun, nyeri di dada sejak beberapa
tahun lalu tak pernah usai. Selalu datang dan datang lagi. Inilah kisahku
tentang Literasi, Sakitku untuk
Bangkitku
Sebuah Kisah Pilu Tentang LiterasiLiterasi Baca Tulis
Literasi yang
sudah sekian lama jadi perbincangan hangat di negara kita memang memiliki kisah
pilu. Gara-gara kemampuan literasi yang kurang dikuasai para pelajar kita, negara
ini berada pada posisi juru kunci. Sebuah pencapaian buruk untuk kualitas
pendidikan di negeri Khatulistiwa ini.
Sejak saat itu,
beragam program literasi lahir untuk memperbaiki kondisi yang memilukan
tersebut. Gerakan literasi sekolah (GLS). Gerakan literasi Masyarakat (GLM),
Gerakan literasi keluarga (GLK), duta baca, duta bahasa. Semua lini bergerak
dan merasa bertanggung jawab untuk kesembuhan literasi di Indonesia.
Berawal dari
kegiatan baca tulis berkembang menjadi sebuah solusi untuk memecahkan masalah.
Melek huruf, kemampuan membaca, kemampuan menggali dan memahami informasi
menjadi sebuah life skill baru. Keterampilan
hidup. Literasi bukan sekedar bisa melihat dan membaca huruf.
Dari hanya satu
kemampuan baca tulis berkembang menjadi 6 jenis literasi. Keenam jenis literasi
yang sekarang sedang digandrungi adalah:
1.
Literasi baca tulis
2.
Literasi numerasi
3.
Literasi sains
4.
Literasi digital
5.
Literasi finansial
6.
Literasi budaya dan kewarganegaraan
Keenam jenis
literasi itu menjadi satu kesatuan dalam diri seseorang untuk bisa bersaing di
dunia global. Pada akhirnya, bukan hanya sekedar teori, tapi bukti karya dan
aksi nyata. Hidup tak butuh konsep tapi butuh solusi.
Perkembangan Literasi dari Masa ke Masa
Ah, aku lupa
sudah berapa tahunkah perkembangan literasi di tanah air ini. Di tengh lesunya
fisik perbukuan, lahir beragam buku digital, e book. Beragam aplikasi untuk membaca pun bermunculan. Web,
aplikasi dan lainnya. Satu contoh nyata adalah aplikasi Ipusnas.
Dengan aplikasi
Ipusnas yang bisa diunduh di ponsel masing-masing, membaca pun tak perlu repot
lagi. Tak perlu bawa buku berat-berat ke mana kita pergi. Cukup hanya dengan
ponsel dan jari. Tinggal klik, kita bisa pinjam buku untuk beberapa hari. Kalau
buku favorit, kita bisa masuk ke daftar antrian untuk pinjam buku tersebut.
Koleksi
buku-buku lama yang masih ada, bisa menjadi sesuatu yang langka dan berharga. Koleksi
buku jadul. Koleksi ini bisa jadi sudut menarik di satu sisi perpustakaan.
Mungkin sejarah akan berulang. Sama seperti nasib kitab-kitab zaman dulu, hanya
bisa dipakai oleh kalangan terbatas dengan sangat hati-hati. Koleksi dalam
lemari kaca yang hanya bisa dilihat, tak bisa dipegang untuk memperpanjang
umurnya.
Sama halnya
seperti bendera pusaka yang cukup jadi saksi sejarah. Buku-buku langka pun bisa
jadi seperti itu. Ilmu perpustakaan memang tak seluas daun kelor. Banyak seluk-beluk
yang tak dipahami masyarakat umum. Butuh keahlian khusus.
Selain buku,
beragam kegiatan literasi pun banyak mengalami perkembangan. Banyak karya yang
lahir hingga Perpusnas kelebihan stok ISBN. Dilema dua rasa. Sedih dan senang.
Senang karena banyak yang produktif. Sedih karena ada anggapan obral ISBN untuk
buku yang kurang berkualitas. Benarkah?
Kegiatan di luar
masalah ISBN juga semakin banyak. Lahir beragam komunitas yang muncul untuk
mendongkrak kemajuan literasi baca tulis dan digital. Banyak pelatihan digelar.
Menulis bukan hanya kuasa para penulis. Siapa pun bisa terjun asal ada kemauan.
Cerdas digital
bisa jadi merupakan trend baru di era sekarang ini. Lebih-lebih setelah era pandemi,
siap tidak siap kita digiring ke arah dunia internet, dunia maya. Tatap muka
yang sempat hilang dan dilarang berubah menjadi tatap maya. Pertemuan di Zoom,
Google Meet dan media lainnya. Seru sekali melihat perkembangan baru ini.
Komputer, laptop dan ponsel menjadi alat bantu literasi masa kini. Bisa jadi
menggeser buku.
Literasi Digital |
Literasi, Sakitku untuk Bangkitku
Tak mudah memang
memperjuangkan literasi menuju puncak keberhasilan. Ada saja kendala yang
terjadi. Pegiat literasi dari komunitas Hayu Maca, Kang Idon sering bercerita
tentang ini. Lapak yang harus pindah tempat karena pandemi. Kolecer yang
berakhir tanpa kejelasan bentuk. Kesadaran masyarakat yang masih lemah terhadap
literasi tetap menjadi topik utama. Kebijakan yang belum membumi. Peran dan
kordinasi para pelaku dan pemangku kebijakan yang masih simpang siur. Masih
banyak PR literasi.
BACA JUGA: https://www.yayuarundina.com/2019/09/peran-hayu-maca-dalam-menumbuhkan.html
Apakah literasi
itu layak diperjuangkan? Pertanyaan itu muncul setelah berkali-kali terjun di
dunia literasi tak ada hasil yang maksimal. Tak ada apresiasi yang mungkin
hanya basa-basi sedikit pun. Buang, ambil. Buang, ambil. Begitu terus. Diantara
gempita beragam kegiatan literasi, tetap ada sudut gelap yang belum bisa
disentuh cahaya literasi. Akhirnya, tersakiti literasi seperti judul bukunya bu
Nining. Seru memang berada di sudut ini.
Namun, lain
sudut, lain cerita. Literasi tetap masih berwujud nyata. Tak bisa dihindari. Walau
aku ingin melarikan diri darinya. Namun, panggilan literasi selalu datang dan
datang lagi, walau hati ini tercabik hebat. Aku harus melangkah dengan tertatih
dan sesak di dada. Sangat tak nyaman. Namun, aku harus hadir di sana. Tak ada pilihan
untuk mundur. Aku harus menjaga kepercayaan orang lain. Jangan karena nila
setitik, rusak susu sebelanga.
Kedewasaan dan
kebesaran hatiku memang sedang diuji. Walau pahit sekalipun, aku harus bisa
mengecap rasa manis dari literasi itu. Masih banyak sisi literasi yang harus
dijelajahi daripada sudut gelapnya.
Kawan baru
membawa dunia literasi yang baru. Dunia literasi yang lebih luas untuk sebuah
kemajuan anak bangsa. Perkembangan beragam literasi yang terjadi di luar sana,
akhirnya juga menyentuhku. Mau tak mau memang harus kuterima. Banyak sisi
positif yang mungkin akan terjadi. Semoga itu nyata adanya.
Tantangan
literasi ini lebih luas dan panjang. Akankah bisa lebih berkembang? Kita tunggu
saja hasilnya beberapa tahun ke depan. Kebangkitan literasi, berarti kemajuan
bangsa. Kebangkitan literasi berarti juga perbaikan kualitas sumber daya
manusia Indonesia. Semoga akan lahir generasi emas yang mampu mengubah
peradaban dunia.
Kita tunggu
sumbangsih literasi untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Semoga posisi
juru kunci bisa berubah menjadi to be number
one suatu saat nanti.
Begitulah kisah
literasiku, Sob.
Semoga literasi
membawa banyak perubahan.
Sampai jumpa
salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar